Topswara.com -- Melanjutkan kajian tentang penyebab terjadinya ikhtilaf
Sudah diterangkan tentang penyebab terjadinya ikhtilaf, antara lain karena:
Pertama, perbedaan Bacaan Quran (qira'ati).
Kedua, perbedaan Penyampaian Hadist: ada kisah seorang nenek yang berhak mewaris dengan bagian 1/6.
Kisah lain berikut juga menggambarkan bahwa telah terjadi perbedaan pendapat terkait dengan pembagian warisan. Hal ini terjadai pada zaman sahabat Umar bin Khattab, khususnya berhubungan dengan 'aul.
Pada masa Rasul SAW dan Abu Bakar RA tidak pernah terjadi kasus ‘aul. Dan di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah tidak terdapat nash yang mengatur dan menjelaskan tentang ‘aul oleh karenanyalah masalah aul tersebut adalah masalah ijtihadiyah.
Awal mulanya masalahnya ‘aul adalah pada masa Khalifah Umar Bin Khatab ra, sebagaimana yang telah diungkapkan Ibnu Abbas r.a. Pertama sekali orang yang melakukan ‘aul adalah Umar Bin Khatab pada saat itu banyak kasus yang diajukan orang kepada beliau ketika itu para ahli warits saling mempertahankan kedudukannya masing-masing, maka Umar berkata "saya tidak tahu siapa yang diantara kalian yang didahulukan dan yang diakhirkan oleh Allah SWT.”
Khalifah Umar termasuk orang yang wara, dalam masalah ini ia berkata “tidak ada sesuatu yang pernah kutemui, yang lebih luas wawasannya menurut saya, selain membagi harta pusaka kepada kalian secara proporsional, memberikan kepada tiap-tiap orang yang berhak, hak-hak mereka tanpa meng’aulkan bagian ash-habul furudh. Maka Umarlah orang yang pertama sekali meng’aulkan asalh masalah.
Ijma’ telah menyetujui pendapat ini, sehingga tak seorangpun dari kalangan sahabat yang mengingkarinya. Tetapi setelah masa Khalifah Umar berlalu, muncullah Ibnu Abbas r.a. yang pendapatnya berbeda dengan pendapat Umar di atas, namun demikian pendapat itu tidak menjadi pegangan karena pendapat tersebut menyalahi Ijma’ para ahli faraidh.
Kasus ‘aul yang pertama sekali terjadi adalah di mana Khalifah Umar RA, hal disebutkan di dalam satu riwayat, bahwa seorang perempuan meninggal dunia meninggalkan suami, dua orang saudara perempuan sekandung. Suami mendapatkan bagian seperdua, sedangkan dua orang saudara perempuan sekandung mendapatkan bagian duapertiga, yang ternyata bagiannya lebih banyak dari harta pusaka yang tersisa. Maka datanglah mereka kepada Khalifah Umar r.a. dengan meminta bagian mereka masing-masing penuh sesuai dengan apa yang telah ditetapkan di dalam Al-Qur’an, Umar r.a. menyatakan kepada mereka “saya tidak tahu yang mana diantara kalian yang didahulukan dan yang diakhirkan”. Apabila engkau memberikan bagian suami terdahulu, yakni seperdua, maka akan berkuranglah bagian dua orang saudara sekandung.
Dan andai kata bagian saudara perempuan sekandung didahulukan yakni dua pertiga, Khalifah Umar menunda masalah keputusan tersebut. Beliau mengadakan musyawarah dengan para sahabatnya, maka Zaid Bin Tsabit mengusulkan aul, Umar pun berkata marilah kita meng’aulkan Faridh dan kata-kata Umar tersebut didukung oleh para sahabat dengan demikian terjadilah Ijma’ sahabat terhadap masalah ‘aul.
Kisah berikutnya masih menggambarkan terjadinya perbedaan karena pemahaman terhadap hadist atau penyampaian hadist.
Perbedaan dalam hal sholat qasar.
Dalam Surat An-Nisa, ayat 101, Alloh berfirman:
وَإِذا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُناحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنَّ الْكافِرِينَ كانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِيناً
Artinya:
"Dan apabila kalian bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kalian meng-qasar salat (kalian), jika kalian takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagi kalian."
Bagaimana memaknai firman Alloh:
إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا
jika kalian takut diserang orang-orang kafir. (An-Nisa: 101)
Barangkali hal ini diinterpretasikan menurut kebanyakan yang terjadi di lingkungan saat ayat ini diturunkan. Karena sesungguhnya pada permulaan Islam sesudah hijrah, kebanyakan perjalanan yang mereka lakukan dipenuhi oleh bahaya yang menakutkan. Bahkan mereka tidak beranjak meninggalkan tempat tinggalnya melainkan untuk menuju ke peperangan tahunan, atau sariyyah (pasukan) khusus, sedangkan keadaan lainnya merupakan perang terhadap Islam dan para pengikutnya. Pengertian mantuq apabila diungkapkan dalam bentuk prioritas, atau berdasarkan suatu kejadian, maka ia tidak mempunyai subyek pengertian.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Abu Ammar, dari Abdullah ibnu Rabiyah, dari Ya'la ibnu Umayyah yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Umar ibnul Khattab mengenai makna firman-Nya: tidaklah mengapa kalian meng-qasar salat (kalian), jika kalian takut diserang orang-orang kafir. (An-Nisa: 101)
Sedangkan orang-orang di masa sekarang dalam keadaan aman (ke mana pun mereka mengadakan perjalanan)? Maka Umar r.a. berkata kepadaku bahwa ia pun pernah merasa heran seperti apa yang aku rasakan, lalu ia bertanya kepada Rasulullah Saw. mengenai hal tersebut. Maka beliau Saw. menjawab: sedekah yang diberikan oleh Allah kepada kalian. Karena itu, terimalah sedekah-Nya.
Bagaimana kita menyikapi perbedaan?
Terhadap perkara furu', maka:
Pertama, kita harus berlapang dada (tasamuh).
Kedua, kita perlu mencari ilmu, menambah pemahaman yang didukung dengan dalil yang kuat.
Sekalipun menjadi seorang imam terkenal, Abu Hanifah juga sangat tawadhu' terhadap perbedaan pendapat. Ada kisah seorang laki-laki bertanya kepada Abu Hanifah terkait dengan perbedaan ini. Imam Abu Hanifah berpegang pada 3 hal berikut ini.
Pertama, jika pendapatnya berbeda dengan hadist, maka beliau menyarankan agar tinggalkan pendapatnya dan ikuti hadis.
Kedua, jika pendapatnya berbeda dengan sahabat Nabi, maka beliau sarankan agar tinggalkan pendapatnya, dan ikuti pendapat sahabat Nabi.
Ketiga, jika pendapatnya berbeda dengan tabiin, maka beliau akan tetap memegang pendapatnya karena beliau sendiri adalah seorang tabiin.
Wallohu a'lam bishowab.
Wassalamu'alaikum wr. wb.
Tabik...!!!
Ditulis kembali oleh Suteki
(Digabung dengan beberapa artikel)
Kajian Subuh di Masjid At Taufiq Srondol Wetan Banyumanik Semarang. Ngaji Kitab Al Fikrul Islami bersama Ust. Choirul Anam.
Ahad, 2 Mei 2021.
0 Komentar