Topswara.com -- Salman menjadi Muslim merdeka dan terlibat dalam sejumlah peristiwa bersama Rasulullah, salah satunya Perang Khandaq. Ketika itu pada tahun 5 Hijriah, peristiwa Perang Khandaq atau dikenal sebagai pertempuran Al Ahzab yang didalangi oleh pasukan kaum kafir Quraisy Mekkah dan Yahudi Bani Nadir.
Mereka menghimpun pasukan gabungan dengan kuda dan persenjataan lengkap untuk menyerang Rasululllah dan kaum Muslimin di Madinah untuk membumihanguskan Islam.
"Sebanyak 24.000 prajurit yang dipimpin Abu Sufyan dan 'Uyainah bin Hishn bergerak untuk mengepung dan menyerang Madinah dengan serangan mematikan. Pasukan tersebut didukung berbagai kabilah dan kelompok kepentingan yang memandang Islam sebagai ancaman."
Menyadari sedang dalam kondisi genting, Salman Al Farisi mengajukan usul kepada Rasulullah. Usai meninjau wilayah Madinah, ia segera mengusulkan kaum Muslimin untuk menggali parit (khandaq) sebagai perlindungan untuk pertempuran sepanjang daerah terbuka sekitar Madinah.
Upaya tersebut ditawarkan Salman agar bisa mengatasi musuh sekaligus mencegah jatuh korban yang banyak. Strategi dari Persia tersebut banyak dilakukan ketika kondisi terkepung dengan keberadaan pasukan berkuda.
Hingga sampai waktunya pasukan Quraisy hendak menyerang, mereka terhalau parit yang begitu besar terbentang di hadapan. Hal tersebut sangat di luar perkiraan mereka dan terbayangi oleh kekalahan menaklukkan Kota Madinah.
"Akibatnya, satu bulan lamanya pasukan Quraisy hanya berdiam diri dalam tenda-tenda mereka tanpa mampu menyerang Madinah. Akhirnya pada suatu malam Allah mengirimkan angin kencang yang menerbangkan tenda-tenda dan meluluhlantakkan kekuatan mereka. Alhasil, Abu Sufyan memerintahkan pasukannya mundur," tulis Khalid.
Rasulullah sering memuji kecerdasan dan keilmuan Salman, sebagaimana beliau memuji akhlak dan agamanya. Pada peristiwa Perang Khandaq, para sahabat Anshar berdiri seraya menyatakan, "Salman adalah bagian dari kami."
Para sahabat Muhajirin pun menyahut, "Tidak, ia adalah bagian dari kami." Rasulullah lalu bersabda, "Salman adalah bagian dari kami, Ahlul Bait."
Kisah Salman Al Farisi Mencari Kebenaran (Hidayah) Islam
Salman Al Farisi adalah sahabat Nabi Muhammad yang berasal dari Persia. Dari negeri asalnya, ia telah banyak memiliki pengalaman tentang siasat dan strategi perang. Lahir dan tumbuh dari keluarga berada di Persia, mulanya ia menganut ajaran Zoroaster sesuai dengan kepercayaan yang dianut kaumnya. Dalam perjalanan, ia kemudian merasa kagum dengan cara beribadah umat Nasrani.
Hal tersebut membuatnya menganut Nasrani. Namun pencariannya tak berhenti sampai di situ. Suatu hari ia sampai ke Madinah dan bertemu Rasulullah yang ditemani beberapa sahabat di Quba yang membuatnya melabuhkan pilihan untuk masuk Islam.
Salman menceritakan kisahnya kepada seorang sahabat dan keluarga dekat Nabi Muhammad yang bernama Abdullah bin Abbas. Abdullah kemudian menceritakan kisah seorang Salman itu kepada yang lainnya.
Salman adalah seorang sahabat Nabi yang berasal dari bangsa Persia, yaitu dari sebuah desa bernama Jayyun di kota Isfahaan. Ayahnya adalah seorang kepala desa. Karena sikap baiknya kepada sang ayah, Salman dipercaya ayahnya untuk mengawasi api yang dia nyalakan. Demikianlah, ayah Salman adalah seorang Majusi yang menyembah api.
Suatu hari, ayahnya memintanya untuk pergi ke tanah miliknya dan memenuhi beberapa tugas yang dia inginkan. Namun dalam perjalanan menuju tempat yang dituju, ia mendengarkan suara orang-orang yang tengah shalat di dalam gereja Nasrani. Selama hidupnya, Salman memang dibatasi ayahnya dari dunia luar. Rasa penasaran membuat Salman masuk ke dalam gereja dan melihat apa yang mereka lakukan.
Saat melihatnya, Salman mengaku bahwa ia menyukai shalat mereka dan tertarik terhadap agama Nasrani. Salman memang memiliki pemikiran yang terbuka dan bebas dari taklid buta.
"Saya berkata (kepada diriku), 'sungguh, agama ini lebih baik daripada agama kami'. Saya tidak meninggalkan mereka sampai matahari terbenam. Saya tidak pergi ke tanah ayahku."
Guru Salman Pertama
Salman menganggap agama tersebut adalah keimanan yang benar. Ia lantas bertanya kepada orang-orang di gereja, 'Dari mana asal agama tersebut?'. Mereka menjawab: 'Dari Syam'. Negara Syam saat dikenal termasuk empat negara, yaitu Suriah, Yordania, Palestina, dan Lebanon.
Salman tetap mengingat ayahnya dan kembali, setelah ayahnya mengirim seseorang untuk mencarinya. Ia lantas menceritakan apa yang dialaminya dan termasuk ketertarikannya kepada agama Nasrani itu. Sang ayah lantas menegaskan, bahwa tidak ada kebaikan pada agama Nasrani. Sang ayah bersikeras bahwa agama Majusi adalah agama nenek moyangnya yang lebih baik.
Namun, Salman menegaskan, bahwa agama Nasrani itu lebih baik dari Majusi. Karena pendiriannya itu, ayahnya kemudian mengancamnya dan merantai kedua kakinya serta memenjarakannya di rumahnya.
Namun, hal itu tak lantas menyurutkan langkah Salman untuk melanjutkan pencariannya akan kebenaran. Ia lantas mengirimkan pesan kepada kaum Nasrani dan meminta mereka memberi kabar jika ada pedagang Nasrani datang dari Syam. Ia juga meminta orang Nasrani untuk mengabarinya kapan rombongan dari Syam itu kembali ke negerinya. Setelah rombongan itu bersiap kembali ke Syam, Salman lantas melepaskan rantai dari kakinya dan mengikuti rombongan itu sampai tiba di Syam.
Guru Salman Kedua
Saat di Syam, ia bertanya dan mencari sosok yang paling alim di antara orang dari agama mereka. Mereka kemudian menunjuk pada seorang pendeta di dalam gereja. Salman kemudian mendatangi sang pendeta dan berkata bahwa ia menyukai agama Nasrani dan akan berkhidmat di gereja.
Namun, Salman menemukan sesuatu yang buruk dari pendeta itu. Salman bercerita, bahwa pendeta itu memerintahkan kaumnya untuk membayar sedekah. Namun, ia hanya menyimpannya bagi dirinya sendiri dan tidak memberikannya kepada orang-orang miskin.
Salman yang membenci perbuatan sang pendeta. Hingga akhirnya sang pendeta meninggal, ia membuka keburukannya kepada kaumnya dan menunjukkan harta simpanan berupa tujuh guci emas dan perak yang disembunyikan sang pendeta. Kaumnya lantas enggan menguburkan sang pendeta dan mencaci makinya.
Namun sebelum sang pendeta meninggal, Salman bertanya dan meminta wasiat siapa yang akan diikutinya setelah pendeta itu tiada. Sang pendeta kemudian menunjuk kepada seorang laki-laki di Musil, kota besar di barat laut Iraq.
Guru Salman Ketiga
Salman pun mendatanginya dan tinggal bersama dengan orang yang berpegang pada ajaran Nasrani seperti pendeta sebelumnya. Ketika ajal mendatangi laki-laki itu, Salman kemudian meminta kepadanya wasiat untuk mengikuti orang lain yang berada di atas agama yang sama. Laki-laki itu kemudian menunjuk pada seorang laki-laki di Nasibin, sebuah kota di tengah perjalanan antara Musil dan Syam, bernama fulan bin fulan.
Guru Salman Keempat
Hal serupa kembali terjadi. Sosok yang diikuti juga meninggal, setelah Salman mengikutinya beberapa waktu. Wasiat yang sama lantas diminta Salman kepadanya sebelum ajal menghampiri. Laki-laki itu mewasiatkan Salman untuk bergabung dengan seseorang di Amuriyah, sebuah kota yang merupakan bagian dari Wilayah Timur Kekaisaran Romawi.
Setelah mendatang orang yang dimaksud, Salman kemudian bekerja dan mendapatkan beberapa ekor sapi dan seekor kambing. Ajal mendekati laki-laki Amuriyah tersebut. Salman pun mengulang permintaannya. Namun, kali ini jawabannya berbeda.
Laki-laki itu berkata: "Wahai anakku! Saya tidak mengenal seorang pun yang berpegang pada perkara agama yang sama dengan kita. Namun, seorang Nabi akan datang pada masa kehidupanmu, dan Nabi ini berada pada agama yang sama dengan agama Ibrahim."
Seperti yang terkandung dalam QS Al-Baqarah ayat 132, Nabi Ibrahim mewasiatkan ucapan kepada anak-anaknya untuk tidak mati kecuali dalam memeluk agama Islam.
Ibrahim menikahi Sarah dan Hajar. Keturunannya dari perkawinannya dengan Sarah adalah Ishak, Yaqub, Daud, Sulaiman, Musa dan Isa alaihissalam. Sedangkan keturunannya dari perkawinannya dengan Hajar adalah Ismail dan Muhammad. Ismail dibesarkan di Makkah, Arab Saudi, dan Muhammad adalah keturunannya.
Laki-laki itu menggambarkan Nabi Muhammad SAW. Dia akan diutus dengan agama yang sama dengan (agama) Ibrahim. Dia akan datang di negeri Arab dan akan hijrah ke wilayah antara dua wilayah yang dipenuhi oleh batu-batu hitam (seolah telah terbakar api). Ada pohon-pohon kurma tersebar di tengah-tengah kedua tanah ini. Dia dapat dikenali dengan tanda-tanda tertentu. Dia (akan menerima) dan makan (dari) makanan yang diberikan sebagai hadiah, tetapi tidak akan makan dari sedekah. Stempel kenabian akan berada diantara pundaknya. Jika engkau dapat pindah ke negeri itu, maka lakukanlah.
Suatu hari, beberapa pedagang dari Bani Kalb melewatinya. Salman lantas meminta mereka untuk membawanya ke negeri Arab dan sebagai gantinya ia akan memberikan sapi-sapi dan kambing yang dimilikinya. Namun ketika mereka mendekati Wadi Al-Qura (dekat dengan Madinah), mereka menjualnya sebagai budak kepada seorang Yahudi.
Suatu hari, sepupu majikan Salman dari suku Yahudi Bani Quraidha di Madinah datang berkunjung dan membeli Salman. Ia lantas membawa Salman ke Madinah. Hingga suatu hari, Nabi Muhammad hijrah ke Madinah.
Salman berkata: (Suatu hari) saya sedang berada di atas pohon kurma di puncak salah satu rumpun kurma melakukan beberapa pekerjaan untuk majikanku. Saudara sepupunya datang kepadanya dan berdiri di hadapannya (majikan Salman sedang duduk) dan berkata, Celaka Bani Qilah (orang-orang dari suku Qilah), mereka berkumpul di Quba16 di sekitar seorang laki-laki yang datang hari ini dari Makah mengatakan (dirinya sebagai) seorang Nabi!
Saya bergetar hebat ketika mendengarnya hingga saya khawatir saya akan jatuh menimpa majikanku. Saya turun dan berkata, Apa yang engkau katakan? Apa yang engkau katakan? Majikanku menjadi marah dan memukulku dengan pukulan yang kuat seraya berkata, Apa urusanmu mengenai ini? Pergi dan kerjakanlah pekerjaanmu!"
Salman Bertemu Rasulullah Muhammad
Pada malam itulah, Salman pergi menemui Rasulullah ketika berada di Quba. Saat bertemu, Salman memberikan apa yang dia simpan sebagai sedekah. Salman pun menawarkannya kepada MUhammad. Rasulullah berkata kepada para sahabatnya untuk memakannya. Namun, beliau sendiri tidak memakannya. Saat itulah, Salman merasa yakin bahwa Rasulullah adalah sosok Nabi yang dimaksud.
Salman kemudian mendatangi Nabi kembali dan membawa hadiah untuknya di Madinah. Ia mengatakan kepada Nabi, bahwa dirinya tidak melihat Nabi memakan makanan dari sedekah. Karena itu, ia meminta Nabi memakan hadiah darinya. Nabi lantas memakannya dan memerintahkan para sahabatnya untuk melakukannya. Saat itulah, ia melihat ada dua tanda kenabian pada diri Rasulullah.
Pada pertemuan ketiga, Salman datang ke Baqi'ul Gharqad (tempat pemakaman para sahabat Nabi). Yang mana, saat itu Nabi tengah menghadiri pemakaman salah seorang sahabatnya. Saat itu, Salman menyapanya dengan sapaan Islam 'Assalamu'alaikum', dan kemudian berputar ke belakangnya untuk melihat stempel kenabian yang digambarkan kepadanya.
Ketika Nabi melihatnya, Beliau mengetahui bahwa ia tengah berusaha membuktikkan sesuatu yang digambarkan kepadanya. Beliau melepaskan kain dari punggungnya dan membiarkan ia melihat stempel itu.
Salman berkata: "Saya mengenalinya. Saya membungkuk dan menciumnya dan menangis. Rasulullah memerintahkanku untuk berbalik (yakni berbicara kepadanya). Saya menceritakan kisahku. Beliau sangat menyukainya sehingga memintaku menceritakan seluruh kisahku kepada para sahabatnya."
Setelah menjadi seorang Muslim, Nabi Muhammad kemudian meminta Salman Al Farisi untuk membuat perjanjian dengan majikannya, di mana dia akan merdeka kalau berhasil melunasi sejumlah harta yang disepakati. Kepada majikannya, sebagaimana dalam buku Akhlak Rasul Menurut Al-Bukhari dan Muslim (Abdul Mun’im al-Hasyimi, 2018), Salman al-Farisi berjanji akan menanam 300 benih pohon kurma dan menyerahkan 40 uqiyah (1 uqiyah setara dengan 119 gram perak, jadi 40 uqiyah sama dengan 4,76 kg perak), sebagai harga yang harus dibayar untuk kemerdekaannya. Dan sang majikan menyetujui itu.
Nabi Muhammad lantas memerintahkan para sahabatnya untuk membantu Salman Al Farisi mengumpulkan 300 benih pohon kurma. Setelah terkumpul, Nabi meminta Salman untuk membuat lubang-lubang di tanah untuk menanam ratusan benih pohon kurma tersebut. Nabi Muhammad, Salman, dan para sahabat lantas mulai menanam benih pohon kurma tersebut satu per satu ke dalam lubang yang sudah dipersiapkan.
Satu persyaratan telah terpenuhi, namun Salman Al Farisi masih memiliki satu tugas lagi; menyetor 40 uqiyah kepada majikannya. Beberapa saat setelah itu, Nabi Muhammad mendatangi Salman Al Farisi dengan membawa emas sebesar telur ayam. Salman menerimanya dan kemudian membayarkannya kepada sang majikan.
Maka sejak itu, Salman Al Farisi menjadi manusia yang merdeka, tidak lagi menyandang status budak. “Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu,” kata Nabi Muhammad.
Inilah kampanye Islam tentang penghormatan dan pembebasan budak menjadi rintisan dari penghapusan perbudakan.
Ditulis kembali oleh: Suteki (Digabung dengan beberapa artikel).
*Kajian Subuh di Masjid At Taufiq Srondol Wetan, Banyumanik, Semarang, Ngaji Kitab Sirah Nabawiyah bersama Ustaz Amin Taufiq,
Sabtu, 29 Mei 2021.
0 Komentar