Topswara.com -- "Bangun pemuda pemudi Indonesia. Lengan bajumu singsingkan untuk negara. Masa yang akan datang kewajibanmulah. Menjadi tanggunganmu terhadap nusa."
Demikian lirik lagu gubahan Alfred Simanjuntak. Betapa berartinya pemuda sebagai harapan perubahan dan kebangkitan sebuah negara. Oleh karenanya, pemuda harus mempunyai pemahaman politik.
Survei politik pemuda berusia 17-21 tahun telah digelar pada 4-10 Maret 2021 oleh Indikator Politik Indonesia. Sebanyak 1.200 responden diambil acak dari seluruh Indonesia.
Hasilnya menunjukkan 64,7 persen anak muda menilai partai politik atau politisi di Indonesia tidak terlalu baik dalam mewakili aspirasi masyarakat (merdeka.com, 21/3/2021). Sementara sebanyak 40 persen anak muda menilai bahwa Indonesia saat ini kurang demokratis. Walau demikian, 52,1 persen anak muda mengaku cukup puas terhadap pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Bahkan, 76 persen percaya bahwa demokrasi meski tidak sempurna adalah sistem pemerintahan yang tepat diterapkan di Indonesia (CNNindonesia.com, 22/3/2021).
Selain itu, hasil survei menunjukkan kecenderungan 38,6 persen anak muda keberatan non-Muslim menjadi presiden (TEMPO.CO,21/3/2021). Terbukti, mayoritas anak muda memilih sosok Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di urutan teratas (15,2 persen) untuk Pemilihan Presiden 2024 (Nomorsatukaltim.com, 21/3/2021).
Melihat hasil survei politik di atas, akankah kaum pemuda dapat berperan aktif sebagai penentu perubahan dan kebangkitan negara?
Survei Pendongkrak Suara
Menurut Pengamat Politik yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Publik Institute (IPI) Karyono Wibowo, tujuan survei opini publik sama sekali bukan untuk membentuk opini, apalagi mendidik pemuda agar memahami politik. Namun, survei dilakukan untuk memprediksi kemenangan dari peta dukungan kandidat pemilu. Bahkan, hasil polling sudah menjadi kebutuhan atau instrumen penting bagi kandidat. Hal ini terjadi hampir di setiap negara yang melaksanakan pemilu termasuk Indonesia (SINDOnews, 8/2/2019).
Segmen pemuda menarik perhatian para kandidat pemilu karena persentasenya cukup besar. Tercatat dari data KPU pada Pemilih Tetap Pemilu 2019, pemilih muda pada usia 17-30 tahun jumlahnya sekitar 60 juta orang atau sekitar 31 persen dari total pemilih (change.org, 24/11/2020). Jumlah yang cukup potensial dimanfaatkan untuk meraup suara.
Hasil survei tersebut digunakan para kandidat pemilu dalam sistem demokrasi untuk mengetahui parpol dan kriteria calon pemimpin yang diminati para pemuda. Pun, sangat penting mengetahui tingkat kepercayaan pemuda terhadap sistem demokrasi. Sebab, sistem pemerintahan inilah yang akan digunakan para kandidat ketika berkuasa.
Jelaslah, berbagai pihak yang berkepentingan terhadap hasil survei tidak peduli terhadap pemahaman politik para pemuda. Kenyataannya, pemuda hanya dijadikan batu loncatan meraih tampuk kekuasaan.
Politik Sekuler versus Politik Islam
Makna politik sangat beragam tergantung ideologi yang mendasarinya. Apabila menjadikan ideologi sekularisme kapitalis sebagai dasar politik, maka akan lahir sistem pemerintahan demokrasi. Makna politik hanya ditujukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi demi mempertahankan kekuasaan. Wajar, jika politik dalam sistem demokrasi bersifat pragmatis dan menghalalkan segala cara.
Berbeda dengan politik yang bersandar pada ideologi Islam. Dalam bahasa Arab, politik berasal dari kata sâsa-yasûsu-siyâsat[an]; artinya mengurusi, memelihara. Sehingga makna politik Islam adalah pengaturan dengan aturan Islam baik urusan umat Islam di dalam dan luar negeri (Abdurahman H., Islam Politik dan Spiritual, hal. 277).
Selanjutnya, pelaksana politik Islam adalah negara dan umat. Negara melaksanakan pengaturan secara praktis, sementara dalam waktu yang sama umat mengawasinya. Semua ini hanya sempurna terlaksana dalam sistem pemerintahan Islam (khilafah).
Pemuda Islam Harus Paham Politik Islam
Hasil survei politik di atas menunjukkan responden pemuda Islam belum mempunyai pemahaman tentang politik Islam. Mereka masih percaya bahwa sistem demokrasi, walau tidak sempurna, sangat tepat digunakan saat ini. Mereka belum memahami bahwa kesalahan demokrasi berasal dari kesalahan mendasar dalam ideologi sekuler. Ideologi buatan manusia yang memisahkan agama dari kehidupan. Padahal pemahaman politik yang keliru dari asasnya, akan mengantar pada perubahan dan kebangkitan yang salah. Sebaliknya, pemahaman politik yang benar akan menghantarkan kepada perubahan dan kebangkitan hakiki.
Hal ini bisa jadi disebabkan responden pemuda Islam tidak mengetahui ada sistem alternatif yakni sistem Islam. Sistem buatan Allah pencipta alam semesta untuk seluruh umat manusia. Sesungguhnya Islam bukan hanya sekedar agama yang mengatur hubungan manusia dengan tuhannya (spiritual), tetapi ideologi yang juga mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya (politis).
Allah Subhanahu wata’ala berfirman, ”Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.”(QS. Al-Maidah: 3)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah Sang Pencipta langit bumi dan seisinya mengatakan bahwa Islam adalah diin yang sempurna dan lengkap. Diin yakni sistem kehidupan manusia termasuk sistem pemerintahan. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemuda Islam menyadari bahwa Islamlah satu-satunya sistem pemerintahan terbaik.
Untuk sosok pemimpin, hasil survei menunjukkan responden pemuda Islam cenderung memilih pemimpin Muslim. Namun, bagaimana mungkin pemimpin Muslim tersebut akan mampu bersikap adil, yakni menerapkan aturan Islam seluruhnya dalam kehidupan, jika masih menerapkan aturan dalam selain sistem pemerintahan Islam?
Membangun Pemahaman dan Kesadaran Politik Pemuda Islam
Ada tiga langkah membangun pemahaman dan kesadaran politik pada pemuda Islam, yaitu :
Pertama, memberikan kajian-kajian intensif atau pembinaan Islam pada pemuda Islam. Hal ini untuk mengokohkan akidah dan mengenalkan tsaqafah Islam termasuk politik Islam.
Kedua, menyadarkan pemuda Islam bahwa mereka adalah bagian dari umat Islam di seluruh dunia. Rasulullah bersabda, “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sehingga muncul kesadaran politik di antara pemuda Islam, untuk melihat berbagai persoalan umat Islam di seluruh dunia dengan sudut pandang yang khas yakni akidah Islam.
Ketiga, menyadarkan pemuda Islam akan pentingnya sebuah institusi yang menerapkan sistem Islam secara keseluruhan yakni khilafah. Sebab, hanya dalam sistem Islamlah pemahaman dan kesadaran politik pemuda Islam senantiasa terjaga.
Sebagaimana dulu Muhammad Al-Fatih (22 tahun) bersama seluruh pasukannya, Shalahudin Al-Ayubi (31 tahun), Sulaiman Al-Qonuni (27 tahun) dan masih banyak lagi. Mereka pemuda Islam yang hidup dalam sistem Islam. Pemuda-pemuda yang seluruh hidupnya dipersembahkan hanya untuk Rabbnya.
Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari ra., dari Abu Hurairah dari Nabi saw. bersabda, "Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: … seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan 'ibadah (ketaatan) kepada rabbnya, ..”
Hadis ini menjelaskan sepanjang hidupnya, pemuda Islam yang paham dan sadar politik Islam, menyibukkan diri hidup dalam ketaatan kepada Rabbnya. Mereka hanya mau diatur dengan aturan Islam. Mereka akan memimpin dirinya dan umat serta negaranya hanya dengan aturan Islam. Mereka akan bangkit melakukan perubahan hakiki untuk negaranya. Perubahan dari menaati aturan manusia menjadi senantiasa taat pada aturan Allah pencipta dunia dan seisinya.
Khatimah
Demikianlah, pemuda yang memahami politik akan mampu menjadi motor perubahan menuju kebangkitan sebuah negara. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemuda Islam memahami dan menyadari pentingnya politik Islam. Sebab, di pundaknyalah kebangkitan umat Islam dan tegaknya sistem Islam akan tercapai. []
Oleh: Sitha Soehaimi
1 Komentar
masyaAllah
BalasHapus