Topswara.com -- Menanggapi Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap Sjamsul Nursalim dan istrinya, Pakar Hukum dan Masyarakat, Prof. Suteki menilai, hal tersebut sebagai wujud ketidakmampuan menghadirkan keadilan di tengah masyarakat.
"Apa bedanya putusan MA atas Syafruddin AT dan SP3 atas Nursalim dan istrinya? Tidak ada bedanya. Keduanya terbelenggu bunyi-bunyi teks yang tidak mampu menghadirkan keadilan di tengah masyarakat," tuturnya kepada Topswara.com, Sabtu (3/4/2021).
Menurut Prof. Suteki sapaan akrabnya, kedua putusan tersebut menunjukkan adanya dugaan ketidakseriusan KPK bersama pemerintah dalam memberantas korupsi di Indonesia.
"Terkesan amung lamis dan ada pula dugaan hidden interest," ujarnya.
Ia menduga, ada kesan terdapat hidden interest agenda ini untuk mempersulit, bila perlu membuat kasus BLBI ini tidak terungkap. Atau setidaknya digiring menjadi mal administrasi dan perdata, misalnya melalui jalur lobbying.
"Bila lobby itu terjadi, maka diprediksikan akan terjadi semacam syndicate yang akan mempersulit pengungkapan kasus BLBI," bebernya.
Ia menambahkan, dengan demikian akan timbul efek buruk yakni semakin membuka peluang terjadinya Tipikor seperti teori GONE Jack Bologne, bahwa Tipikor terjadi karena adanya faktor GONE (Greeds, Opportunities, Needs dan Exposure).
"Kekuatan lobby ini menunjukkan kebenaran dalil Marc Galanter yang menyatakan bahwa the haves always come out ahead," jelasnya.
Ia pun mengungkapkan, putusan MA yang kontroversial ini juga memberikan kesan melindungi The Big Fish di balik kasus BLBI.
"Maka, jalan terbaiknya adalah memutus ranting dan dahan yang patah untuk menyelamatkan batang dan akar sebatang pohon," pungkasnya. [] Puspita S.
0 Komentar