Topswara.com -- Seorang ibu berinisial TA (45 tahun) tega menjual anak kandung sendiri di prostitusi online aplikasi WhatsApp (WA), di Kecamatan Dawuan, Kabupaten Majalengka (radarcirebon.com, 05/4/2021).
Anak perempuannya berinisial Y (25) dijual dengan tarif sekali kencan antara Rp.300.000 hingga Rp. 500.000. “TA ini mucikari. Selain menawarkan anaknya, juga menawarkan beberapa orang perempuan melalui WA,” papar Kapolres Majalengka AKBP Syamsul Huda melalui Kasat Reskrim Polres Majalengka, AKP Siswo DC Tarigan saat jumpa pers, kemarin (radarcirebon.com, 05/04/2021).
Prostitusi online adalah perbuatan asusila sebagai mata pencahariannya dengan menggunakaan media online seperti WhatApp sebagai sarana transaksi. Mucikari sendiri di Indonesia diatur dalam KUHP pasal 296 dengan ancaman penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau denda 15 juta rupiah. Entah apakah si pelaku TA ini mengetahui ataukah tidak mengenai pasal tersebut yang pasti pelaku
ini pantas untuk mendapatkan hukuman kurungan sesuai dengan pasal yang berlaku.
Kasus ini menjadi cambuk bagi kita, terutama bagi pemerintah dan penegak hukum. Bagaimana prostitusi online bisa terjadi? Ini harus ditelusuri akar masalah terjadinya
kasus ini. Karena prostitusi online ini menjadi jalan pintas untuk mendapatkan penghasilan
yang mudah, maka akar permasalahannya adalah ekonomi.
Sebagai pemerintah, selayaknya lebih peduli lagi dengan masyarakat yang dipimpinnya. Jangan sampai masyarakat atau rakyat tergiur dengan penghasilan yang mudah dan terjerumus ke dalam kemaksiatan seperti prostitusi online yang terjadi di Majalengka ini.
Tidak hanya memberikan pemahaman bahwa sebaiknya mereka berusaha mencari pekerjaan yang halal namun juga memberikan kemudahan kepada mereka untuk mendapatkan penghasilan yang halal dan mudah. Misalnya membuat program yang membuat mereka mendapatkan pekerjaan yang halal dan mudah.
Pendataan mengenai pengangguran, pendapatan serta pengeluaran masyarakat ada baiknya lebih dipedulikan lagi. Jangan sampai ada masyarakat yang merasa tidak dipedulikan, yang dengan pendataan itu penguasa baru tergerak membuat program-program bantuan masyarakat seperti lowongan pekerjaan dan lainnya.
Sebagai masyarakat, sebelum terjadinya kasus ini, selayaknya mengadakan kumpulan-kumpulan yang membuat antarwarga lebih peduli lagi. Tidak hanya soal ekonomi tetapi juga soal pemahaman bahwa kemaksiatan itu harus diberantas.
Bagi penegak hukum, sebaiknya kenalkan masyarakat dengan hukum-hukum yang berlaku dan lebih mengawasi masyarakat dalam hal kemaksiatan. Iangan sampai kasus ini terus bertambah karena kurangnya pemahaman mengenai hukum prostitusi yang berlaku.
Maka solusi kasus ini adalah tidak hanya menghukum mucikari dan pelaku lainnya tetapi juga adanya kesadaran bagi kita semua untuk lebih peduli dengan keadaan sekitar, baik dalam hal ekonomi maupun menjaga lingkungan dari kemaksiatan. []
Oleh: Leli Ferlina
(Aktivis Dakwah, Pemerhati Remaja dan Perempuan)
0 Komentar