Topswara.com -- Lantunan puji syukur dan hamdalah terus membasahi lisan umat Islam tahun ini. Betapa gembiranya kembali bertemu Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Ramadhan adalah bulan yang dirindu dan ditunggu, sebab hanya di bulan ini bertabur pahala. Tak heran, jika umat Islam di mana pun menyambut Ramadhan dengan suka cita.
Bulan yang begitu istimewa, meski keadaan dunia masih dalam suasana duka. Karena pandemi belum beranjak dari bumi tercinta. Keagungan bulan Ramadhan begitu nyata disampaikan oleh Baginda Rasulullah SAW dalam sabdanya,
“Sesungguhnya telah datang bulan Ramadhan, bulan yang penuh keberkahan. Allah SWT mewajibkan kalian untuk berpuasa di dalamnya. Di dalamnya pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, setan-setan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan (Lailatul Qadar). Siapa saja yang terhalangi (mendapat kebaikan) pada malam itu sungguh ia telah dihalangi (dari keutamaan yang agung)." (HR. Ahmad dan an Nasa’i)
Suasana Ramadhan pada masa Rasulullah SAW dipenuhi keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT. Sebab Rasulullah SAW menerapkan hukum Allah secara menyeluruh dan sempurna dalam sebuah institusi negara Islam. Semua rakyat merasa gembira menjalani ibadah di bulan ini. Tidak sedikit yang telah menyiapkan bekal sebelum menjelang Ramadhan dengan perbekalan yang cukup untuk sebulan. Diharapkan ibadah khusyuk selama sebulan penuh.
Realitasnya, selalu ada kado pahit untuk umat Islam khususnya dan masyarakat secara umum dalam bulan Ramadhan. Meskipun sudah menjadi hal biasa, harga barang meroket menjelang dan saat Ramadhan serta menjelang Idul Fitri. Ditambah lagi, adanya kebijakan melalui program larangan mudik lebaran, dengan alasan mencegah terpaparnya virus Covid-19 dan meminimalisir keluarga dan para pegawai terpapar saat mudik.
Meskipun alasan ini tidak sepenuh hati. Karena selama pariwisata dibuka sementara mudik dilarang, bagaimana masyarakat bisa paham jika tidak ada edukasi yang benar dari pihak yang bertanggung jawab. Selain itu, mengundang polemik di masyarakat.
Umat Islam Membutuhkan Ketenangan di Bulan Ramadhan
Harusnya menjelang Ramadhan, umat diberikan ketenangan dan kegembiraan. Bukan disibukkan memikirkan pemenuhan kebutuhan semata. Akibatnya, saat ini umat Islam secara umum hanya memahami penerapan Islam sebatas ritual yakni salat, zakat dan puasa. Tanpa mendetili bagaimana hukum puasa yang Rasulullah Saw contohkan.
Wajar jika umat mengesampingkan perkara syariat lain dan minim pelaksanaan, bahkan ditolak. Umat semestinya memperbanyak kajian Islam yang menggugah dan mampu mengelola pemikiran, hati, juga bagaimana ibadah yang sebenarnya. Sehingga menemukan jawaban apa yang semestinya dijalankan menjelang, saat dan pasca Ramadhan.
Penerapan demokrasi, mengakibatkan terjadi kerusakan di tengah masyarakat. Di antaranya, dari faktor ekonomi negara Indonesia terus menerus terlilit utang luar negeri, otomatis utang tersebut berbunga dan tergolong riba. Padahal riba jelas-jelas diharamkan oleh Allah SWT.
Selain itu, pelaksanaan sistem hukum yang tidak tegas dan tebang pilih, menjadikan Indonesia negara paling banyak koruptornya. Seolah hukum begitu mudah dibeli dan dipermainkan. Belum lagi, kekayaan alam yang melimpah luar biasa, sangat berpotensi mampu menyejahterakan rakyat pun dikeruk oleh penjajah untuk memakmurkan negerinya.
Inilah fakta negeri Indonesia tercinta, menjadi tempat penuh kenestapaan. Jika demokrasi menawarkan kesejahteraan, harusnya berbanding lurus dengan kenyataan. Masyarakat masih tetap dalam kesengsaraan, kekurangan, tekanan, kezaliman, kebodohan serta keterpurukan di berbagai bidang yang sulit menggapai kebangkitan.
Mewujudkan Suasana Ramadhan yang Ideal
Jika ditelisik lebih mendalam, semua permasalahan ini akibat hilangnya institusi Islam sebagai penjaga dan pelindung kaum Muslimin. Kini, ketiadaannya dipelihara oleh penjajah Barat melalui ideologi kapitalisme yang semakin kuat mencengkeramkan pengaruhnya di berbagai lini. Dapat kita rasakan masuknya undang-undang Barat dalam perundangan Indonesia bernuansa sekularisme yang memisahkan agama dan kehidupan.
Ditambah lagi, arus moderasi disebar agar umat semakin enggan bahkan fobia terikat dengan Islam, menjadi takut dengan agamanya sendiri hingga menjauh. Arus moderasi yang begitu masif digencarkan kapitalisme dan para pengusungnya, telah menyeret umat Islam untuk meninggalkan akidahnya dan mengemban akidah mereka. Pantas jika saat ini umat Islam tidak sedikit yang merasa nyaman dengan aturan yang ada meski napas kehidupan mereka terengah-engah.
Permasalahan demi permasalahan pun tak bisa terselesaikan. Jauh sekali jika dibandingkan ketika Islam diterapkan individu atau keluarga, masyarakat dan negara secara kompak, utuh dan menyeluruh dalam naungan khilafah. Tak terkecuali suasana Ramadhan yang penuh suasana keimanan stabil bahkan meningkat. Mempelajari hukum-hukum Islam dan menyebarkannya dengan kesenangan dan kenikmatan. Karena paham, Allah SWT-lah yang memerintahkan hal itu.
Saatnya menjadikan Ramadhan ini sebagai momentum tepat untuk memasifkan langkah bersama mengembalikan kejayaan Islam. Bulan yang harus diwarnai dengan aktivitas perjuangan melawan nafsu durjana. Ibadah yang dilakukan untuk meningkatkan ketaatan yang totalitas sesuai perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Semua itu hanyalah demi menegakkan dien Islam yang Allah perintahkan melalui Rasulullah SAW. Melaksanakan dakwah dengan hikmah dan nasihat baik, serta tanpa kekerasan sesuai yang Rasulullah SAW contohkan.
Sejatinya, dakwah yang benar adalah dakwah yang mengikuti metode dakwah Rasulullah SAW. Tidak bergeser sedikit pun dari metode atau relnya, meskipun hanya sehelai rambut. Semoga kita bisa mengecap Ramadhan sebagaimana suasana Ramadhan di masa Rasulullah bersama para sahabatnya.
Suasana yang penuh ketenangan, ketaatan, keikhlasan dan semangat untuk meninggikan kalimat laa ilaaha illallah. Tidak ada jalan lain kecuali kembalillah kepada jalan yang benar. Jalan yang diridhai Allah SWT yaitu jalannya Rasulullah SAW. Semoga kita diberi kemampuan menuju penerapan Islam kafah, hingga Islam benar-benar bisa dirasakan oleh umat di seluruh dunia []
Oleh: Adibah N.F.
(Komunitas Bela Islam)
0 Komentar