Topswara.com -- Larangan mudik Lebaran tahun 2021 resmi diberlakukan pemerintah. Keputusan tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy pada Jumat (26/3/2021). Muhadjir mengatakan, pemerintah memutuskan melarang mudik lebaran dengan pertimbangan tingginya angka penularan dan kematian akibat Covid-19 setelah beberapa kali libur panjang, khususnya libur Natal dan Tahun Baru.
Larangan mudik tersebut akan berlaku pada 6-17 Mei 2021. Sebelum dan sesudah waktu tersebut, masyarakat diimbau untuk tetap meniadakan aktivitas perjalanan, kecuali dalam keadaan mendesak dan perlu (kompas.com, 26/3/2021).
Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman menilai, larangan mudik lebaran ini merupakan keputusan tepat dan bijak dari pemerintah. Iamengatakan, berdasarkan bukti-bukti ilmiah terkini, mobilitas dan interaksi manusia terbukti berkontribusi dalam perburukan situasi pandemi Covid-19. Ditambah adanya potensi dari strain baru yang lebih cepat dan sangat efektif menular.
Namun, Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani menyebut, kebijakan pemerintah melarang mudik lebaran akan sangat merugikan dari sisi ekonomi. Terlebih, tidak ada kepastian jelas dari pemerintah mengenai kebijakan tersebut (merdeka.com, 26/3/2021).
Demikianlah beberapa pro kontra yang terjadi. Lantas, apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin keselamatan tanpa mengabaikan kesejahteraan rakyat?
Pro Kontra Larangan Mudik
Keputusan pemerintah melarang mudik lebaran tahun ini menunai pro dan kontra di tengah masyarakat. Kebijakan ini diambil pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 yang masih cukup tinggi di Indonesia.
Jumlah kasus aktif Covid-19 di Indonesia pada Selasa (30/3/2021) tercatat sebanyak 122.326. Kasus aktif adalah pasien yang dinyatakan positif Covid-19 dan sedang menjalani perawatan. Angka itu didapatkan dengan mengurangi total kasus positif Covid-19 dengan angka kesembuhan dan kematian.
Berdasarkan data, total kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 1.505.775 orang hingga Selasa (30/3/2021). Jumlah tersebut didapatkan setelah ada penambahan sebanyak 4.682 kasus dalam 24 jam terakhir.
Pemerintah tidak mau mengambil resiko lonjakan jumlah positif Covid-19, jika tidak diberlakukan larangan mudik lebaran di tahun ini. Bisa dibayangkan jika jutaan orang melakukan mobilitas lewat berbagai sarana transportasi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan masyarakat tidak sekadar mudik, tapi diikuti berbagai aktivitas lain seperti mengunjungi tempat-tempat wisata dan berbagai momen berkumpul dengan keluarga, kerabat dan komunitasnya.
Tentunya larangan mudik di tengah pandemi dianggap merupakan kebijakan tepat. Semoga bukan kebijakan untuk pencitraan, tapi menunjukkan keseriusan pemerintah mengatasi wabah virus Corona ini. Rakyat sangat berharap wabah ini segera berakhir, beraktivitas normal kembali dan ekonomi segera bangkit.
Namun di sisi lain, kebijakan ini dipandang sangat merugikan masyarakat. Momen lebaran adalah kesempatan yang sangat ditunggu untuk bisa berkumpul dengan keluarga, terutama bagi mereka yang merantau. Apalagi momen lebaran tahun 2020, mereka tidak bisa mudik karena anjuran untuk tetap di rumah saja. Lebaran tahun ini tentu menjadi harapan masyarakat untuk mudik.
Dari sisi ekonomi, kebijakan ini dianggap sangat merugikan masyarakat pelaku usaha. Ada empat sektor yang akan terdampak dari larangan mudik Lebaran 2021, yakni sektor transportasi, hotel dan restoran, makanan dan minuman, serta sektor sandang.
Kondisi ekonomi masyarakat sudah terpuruk selama pandemi. Normalnya kembali aktivitas masyarakat sangat diharapkan mampu mendongkrak perekonomian. Namun harapan itu seakan pupus dengan kebijakan larangan mudik oleh pemerintah.
Pandemi yang belum berakhir dan berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap kurang fokus dalam menangani wabah, membuat masyarakat jenuh dan tertekan. Kebijakan yang tepat sangat dinantikan agar wabah segera teratasi dan perekonomian normal kembali.
Rakyat Butuh Solusi Komprehensif
Sebuah kebijakan harus dianalisis secara cemerlang sebelum diputuskan oleh penguasa. Mendengarkan pendapat dari berbagai ahli, apa dampak positif dan negatifnya bagi masyarakat. Jika berdampak negatif, langkah-langkah seperti apa untuk mengantisipasinya, semua harus diambil dengan tujuan satu yaitu demi kemaslahatan masyarakat.
Pemerintah tidak boleh mengambil kebijakan hanya untuk memuluskan kepentingan sekelompok orang tertentu. Masih melekat dalam ingatan kita, waktu pemerintah mencanangkan New Normal di saat wabah masih memuncak, lebih karena bisikan para pengusaha. Akhirnya, terbukti penyebaran virus semakin tidak terkendali.
Sekarang, pemerintah tidak mau ambil risiko akan terjadinya penyebaran virus kembali. Tentunya kebijakan larangan mudik ini harus diikuti dengan langkah-langkah antisipasi untuk meminimalisir dampak buruknya di tengah masyarakat.
Jika kita menengok bagaimana cara Islam mengatasi hal ini, kita akan mendapati bahwa penguasa di dalam Islam (imam atau khalifah) berhak untuk menentukan kebijakan demi kemaslahatan rakyatnya. Dalam Islam, ada majelis syura yaitu perwakilan dari umat yang punya hak memberi masukan kepada khalifah, atas kebijakan yang diambil khalifah yang bersifat mengikat maupun tidak mengikat bagi khalifah.
Dengan mendengar masukan dari rakyat lewat majelis syura, maupun masukan dari tokoh ahli (khubaro) diharapkan keputusan yang diambil penguasa akan adil dan mampu menyelesaikan persoalan manusia secara keseluruhan dengan sifatnya sebagai manusia. Jangan sampai sebuah kebijakan yang diputuskan akan memunculkan persoalan baru lainnya.
Di sinilah pentingnya keberadaan penguasa yang adil, amanah, bijaksana dan bertakwa, yang akan mampu mengatur urusan rakyatnya tidak hanya berdasar akal dan hawa nafsu. Tapi dibimbing dengan wahyu Allah SWT dan tuntunan Rasulullah SAW dalam meriayah ummatnya. Semoga pemimpin yang adil dan bertakwa segera hadir di tengah umat, sehingga keadilan dan kesejahteraan bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. []
Oleh: Rini Raihana
0 Komentar