Topswara.com -- Jagat tanah air gaduh oleh sebuah video viral seorang YouTuber bernama Jozeph Paul Zhang. Diduga kuat Jozeph telah melakukan penistaan agama Islam. Di video tersebut dia mengaku sebagai nabi ke-26 dan meluruskan kesalahan nabi ke-25.
Jozeph aktif sebagai YouTuber sekaligus blogger. Kanal YouTubenya sudah diikuti 50,6 ribu orang. Dalam sehari, ia mengunggah tiga video dengan konten agama. Dikenal sebagai pendeta, Jozeph kerap menghina Islam dalam video dan tulisannya. Bahkan Allah SWT pun dihinanya.
Misalnya, Jozeph mengunggah video berjudul "Nabi ke-25 Pasti Masuk Neraka". Ada pula video Jozeph yang berjudul "Islam Menghancurkan Peradaban Nusantara". Dalam video berjudul "Puasa Lalim Islam", Jozeph bahkan membuat sayembara. Ia berjanji akan memberikan uang satu juta rupiah kepada yang melaporkannya ke polisi atas dugaan penistaan agama. Pada 4 November 2019, Jozeph mengunggah tulisan di blognya dengan judul "Allah Arab, Nabi Palsu dan Imam Mahdi akan dilempar ke Neraka" (suarajakarta.id, 18/04/2021).
Kegaduhan yang dibuat Jozeph tak dibiarkan oleh aparat keamanan. Polri telah bekerja sama dengan interpol dan memasukkan Jozeph dalam daftar pencarian orang (DPO). Diduga, Jozeph telah meninggalkan Indonesia sejak Januari 2018 (detik.com, 18/04/2021).
Demokrasi Lahan Subur Penista Islam
Jozeph bukanlah orang pertama yang menistakan Islam. Bisa dikatakan si Jozeph ini juga follower. Sebelumnya pun telah ada yang mengaku nabi, menghina Nabi SAW, menista Islam.
Sebutlah Mirza Ghulam Ahmad dengan Ahmadiyahnya yang juga mengaku nabi. Ada pula Lia Eden yang baru saja meninggal, dengan sekte Salamulahnya, mengaku Nabi hingga Jibril. Ada pula si Ahmad Musadeq yang mengaku nabi dan mengubah syahadat.
Yang nyaris tak tersentuh hukum, Abu Janda alias Permadi Arya. Video Abu Janda menghina bendera Rasulullah SAW. Disebutnya bendera bertuliskan kalimat syahadat itu sebagai bendera teroris. Ia juga mengatakan bahwa teroris punya agama, yaitu Islam.
Di luar negeri, Prancis. Ada majalah Charlie Hebdo yang mencetak ulang karikatur menghina Nabi Muhammad SAW. Presiden Prancis mengatakan bahwa Islam agama krisis karena merespon luar biasa atas penghinaan Charlie Hebdo. Dan masih banyak lagi penistaan terhadap Islam.
Demokrasi dengan empat pilar kebebasan yang menjadi penopangnya meniscayakan siapa pun untuk berbuat sesuka hatinya demi meraih kebahagiaan materi dan jasmani. Liberalisme yang dijamin oleh demokrasi menjadi lahan subur persemaian para penista Islam.
Kebebasan berpendapat dan bertingkah laku menjadi tameng bagi siapapun yang ingin menghina Islam. Dan dengan kedua pilar kebebasan itu, dengan mudah mengkriminalisasi dan memonsterisasi ajaran Islam. Fobia Islam menjadi napas keseharian para penista.
Lemahnya penegakan hukum atas para penista agama menjadi katalisator suburnya para penista. Hukuman penjara tak cukup mampu membuat jera para penista. Lia Eden adalah bukti nyata. Keluar masuk penjara tak membuatnya berhenti dari menyebarkan ajaran sesat. Atau bahkan masih bisa bebas planga plongo macam Abu Janda, meskipun banyak yang melaporkan pada aparat. Di Barat sana, para penista justru dibiarkan, atas nama liberalisme. Tak pernah ada hukuman.
Beginilah potret kehidupan dalam sistem demokrasi kapitalisme. Ketika manusia didaulat membuat sistem aturan kehidupan sendiri layaknya Tuhan. Menjadikan kehidupan manusia jauh dari kebaikan dan keadilan. Bahkan mencetak manusia yang tak beradab pada penciptanya, nabinya juga agamanya. Sistem ini terbukti rusak dan merusak.
Islam Kafah Membungkam Mulut Penista Agama
Allah SWT berfirman dalam surah At-taubah ayat 66: "Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: ”Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa."
Berdasarkan ayat di atas, para ulama berpendapat bahwa menghina Allah SWT, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya merupakan perbuatan pembatal keimanan. Syaikhul islam Ibnu Taimiyah menggolongkannya pada perbuatan kekafiran yang membuat pelakunya kafir setelah iman.
Tak satu pun imam mazhab berbeda pendapat tentang hukuman orang yang menista agama. Satu-satunya hukuman bagi penista agama adalah hukuman mati. Hukuman itu bagi Muslim yang melakukan penghinaan. Sedangkan bagi orang kafir, maka hukumannya adalah diperangi.
Adalah Sultan Abdul Hamid, khalifah pada masa Turki Utsmani. Dengan tegas mendatangi legasi atau duta Prancis dan menunjukkan kemarahan beliau. Setelah Sultan Abdul Hamid membaca surat kabar Prancis yang memberitakan rencana teater Prancis mengadakan pertunjukan tentang Rasulullah SAW dengan maksud menghina.
"Akulah Khalifah umat Islam Abdul Hamid! Aku akan menghancurkan dunia di sekitarmu jika kamu tidak menghentikan pertunjukan tersebut!" ucap Sultan dengan nada geram sembari melemparkan koran kepada delegasi Prancis tersebut (republika.co.id, 27/10/2020).
Demi melihat kemarahan khalifah dan membayangkan kehancuran yang diterima jika diperangi oleh Khilafah Turki Utsmani, Prancis pun membatalkan pertunjukan tersebut.
Untuk melaksanakan hukuman mati dan memerangi para penista agama, diperlukan institusi negara. Hanya institusi Islam yang menerapkan syariat Allah SWT secara kafah yang mampu menegakkan hukuman tegas tersebut. Dan mampu menghentikan pertumbuhan para penista serta membungkam mulut busuk para penghina Islam. Wallahu a'lam []
Oleh: Mahrita Julia Hapsari
(Komunitas Muslimah untuk Peradaban)
0 Komentar