Topswara.com -- Merespons kaum sekuler di Indonesia yang semakin intoleran terhadap kelompok Islam dengan tuduhan intoleran, anti NKRI bahkan anti Pancasila, Cendekiawan Muslim Prof. Daniel Mohammad Rosyid mengatakan, radikalisasi memanfaatkan agenda internasional yang membentuk lingkungan geopolitik regional.
"Radikalisasi ini memanfaatkan dua agenda internasional yang membentuk lingkungan geopolitik regional," tuturnya dalam artikel yang berjudul Radikalisasi Kaum Sekuler Kiri di Indonesia yang diterima Topswara.com, Senin (12/04/2021).
Pertama, Ia menjelaskan, isu radikalisasi yang dilakukan kelompok sekuler memanfaatkan agenda Bush War on Terror yang dalam praktek berarti War on Islam.
"Hanya para naifun penganut dunguisme yang percaya bahwa ISIS, al Qaeda dan Gerakan Jihadis itu bukan operasi intelijen kaum sekuler kanan radikal yang berkuasa di sayap Barat terutama sejak Obama berkuasa" tegasnya.
Kedua, menurutnya, Trump terobsesi dengan agenda nasionalistik tetapi mengalami kekosongan kepemimpinan internasional. Kekosongan tersebut dimanfaatkan Partai Komunis Cina, semenjak Xi Jinping berkuasa semakin menampilkan ambisi politik global.
"Instrumen ambisi Cina ini adalah proyek One Belt One Road. Cina tidak lagi puas menjadi manufacturer of the world tapi kini ingin juga sekaligus menjadi transporter of the world" imbuhnya.
Ia mengungkap, proyek sekulerisasi serta pendunguan massal melalui sistem pendidikan terjadi sejak orde baru yang mengakibatkan masyarakat negeri ini buta sejarah sekaligus tumpul daya kritisnya.
"Masyarakat menjadi makanan empuk ocehan dusta para influencer bayaran melalui medsos. Bad influencer paling bersemangat justru diperankan oleh elite ormas Islam terbesar di negeri ini," tuturnya.
Fakta hari ini, ia melihat pejabat publik dengan berani mengatakan bahwa kehidupan politik harus dibersihkan dari agama. "Bahkan agama dijadikan musuh terbesar Pancasila. Pernyataan itu hanya bisa diucapkan oleh kaum sekuler kiri radikal," tandasnya.
Selain itu, ia juga mencontohkan pencopotan seorang direksi pada salah satu BUMN karena mengadakan pengajian dengan mengundang penceramah yang dituding sebagai penceramah radikal.
"Padahal seorang Ketua MUI yang lalu pernah mengatakan bahwa, jangankan perbedaan khilafiah (seperti penampilan wajah dan pakaian tertentu), perbedaan agamapun harus diterima, sesuai amanah konstitusi bahwa negara berdasar pada Ketuhanan yang Maha Esa dan setiap penduduk dijamin kemerdekaannya untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan tersebut," tegasnya.
Oleh sebab itu, wacana radikalisme Islam ini patut dicermati karena kaum sekuler kiri menunggangi agenda war on Islam sayap Barat dan OBOR Cina.
"Seperti yang dikatakan oleh Wakil Ketua Umum MUI KH Anwar Abbas, ummat Islam perlu protes sangat keras pada KH Ma'ruf Amin yang diam membisu melihat kesewenang-wenangan dan penyelewengan konsitusi," pungkasnya.[] Alfia Purwanti
0 Komentar