Topswara.com -- Pemerintah telah membuka izin investasi untuk industri minuman keras (beralkohol) dari skala besar hingga kecil, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal pada 2 Februari 2021. Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Syaratnya, investasi hanya dilakukan di daerah tertentu yaitu provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Papua dengan memerhatikan budaya dan kearifan setempat.
Izin dan syarat usaha minol berlaku bagi industri minuman mengandung alkohol anggur. Dengan izin ini industri miras bisa memperoleh suntikan investasi dari investor asing, domestik, koperasi hingga usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Investasi asing boleh mengalir dengan nilai lebih dari Rp. 10 miliar rupiah di luar tanah dan bangunan. Tetapi wajib membentuk perseroan terbatas (PT) dengan dasar hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam negeri.
Dilansir dari money.kompas.com (13/11/2020), pemasukan negara dari cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) sangat besar yaitu Rp 2, 64 triliun pada tahun 2020. Sementara untuk penerimaan negara dari peredaran MMEA pada tahun 2014 sebesar Rp.5, 298 triliun, tahun 2015 sebesar Rp. 4, 556 triliun, tahun 2016 sebesar Rp. 5,304 triliun dan tahun lalu sebesar Rp. 3,36 triliun.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengaku kecewa dan mengatakan bangsa ini telah kehilangan arah. Menurutnya, hal tersebut lebih mengedepankan kepentingan pengusaha daripada rakyat. Semestinya pemerintah tidak memberi izin bagi usaha-usaha yang akan merugikan dan merusak (tribunnews.com, 25/2/2021).
Miras Subur dalam Sistem Kapitalisme Sekuler
Siapapun tahu bahwa efek minuman beralkohol (minol) dapat merusak akal dan memicu berbagai kejahatan seperti pembunuhan, perkosaan, perampokan, kecelakaan dan kejahatan lain.
Dilansir dari cnnindonesia.com, 24/9/ 2018, WHO melaporkan sebanyak 3 juta orang di dunia meninggal akibat konsumsi alkohol pada tahun 2016. Angka itu setara dengan 1 dari 20 kematian di dunia disebabkan mengonsumsinya. Lebih dari 75% kematian akibat alkohol terjadi pada pria. Meskipun kerusakan yang ditimbulkan telah nyata kebijakan yang didasarkan pada sistem sekuler kapitalis benar-benar mengabaikan dampak buruk minol.
Paradigma sekularisme membuat manusia memisahkan agama dari kehidupan mereka. Alhasil penentuan baik dan buruk diserahkan pada hawa nafsu manusia. Padahal ketika tolak ukur baik dan buruk diberikan kepada manusia, dunia akan menjadi rusak.
"Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al- Qur'an), tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu."
(QS. Al-Mukminun: 71)
Dan tempat kembali manusia yang senantiasa menuruti hawa nafsunya adalah di neraka. “Surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci oleh jiwa dan neraka itu diliputi perkara-perkara yang disukai syahwat.”
(HR. Muslim)
Sekularisme melahirkan kapitalisme sebuah perspektif yang menjadikan keuntungan materi sebagai orientasi utama. Oleh karena itu, produksi dan distribusi minol tidak dilarang karena bisa mendatangkan manfaat berupa pendapatan negara, penggerakan sektor pariwisata, membuka lapangan kerja dan mendapatkan cukai.
Kaum sekuler kapitalis hanya mengedepankan materi dan mengabaikan berbagai keburukan yang ditimbulkan oleh minol yang jelas-jelas merusak masyarakat.
Islam Mengharamkan Minuman Beralkohol
Islam memiliki standar bersifat pasti untuk menilai baik buruknya sesuatu. Standar tersebut tidak lain adalah halal dan haram. Sesuatu yang menurut Islam halal, pasti baik. Sebaliknya sesuatu yang menurut Islam haram, pasti buruk. Tanpa melihat sesuatu itu bermanfaat atau tidak bagi kehidupan manusia.
Standar baik buruk dalam Islam ditentukan oleh Allah Swt. Sang Pencipta manusia dan alam semesta. Allah Swt. berfirman,
ثُمَّ جَعَلْنَٰكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ ٱلْأَمْرِ فَٱتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَآءَ ٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
"Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui." (QS. Al-Jatsiyah:18)
Islam menolak dan mengharamkan minuman beralkohol atau khamr. Hukum keharaman minol tidak ada perselisihan lagi. Allah Swt. berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan"
(QS. Al-Maidah: 90).
Rasulullah Saw. bersabda, "Allah melaknat khamr, peminumnya, penuangnya, penjualnya, pembelinya, pemerasnya, orang yang mengambil untung dari perasannya, pengantarnya dan orang yang meminta diantarkan"
(HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah).
Dengan demikian, Islam melarang total semua hal terkait dengan khamr, mulai dari pabrik produsen minuman beralkohol, distributor toko yang menjual hingga konsumen atau peminumnya.
Sanksi Islam pun tegas bagi kemaksiatan khamr. Bagi peminumnya, sanksi yang diberikan berupa hukuman cambuk. Adapun pihak selain peminum khamr dikenai sanksi ta'zir yakni hukuman yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada khalifah atau qadhi sesuai ketentuan syariat.
Tentu sanksi itu harus memberikan efek jera. Produsen dan pengedar khamr selayaknya dijatuhi sanksi yang lebih keras dari peminumnya. Karena keberadaan mereka lebih besar dan lebih luas bahayanya bagi masyarakat. Dengan syariat seperti itu, masyarakat akan bisa diselamatkan dari ancaman yang timbul akibat khamr (miras).
Namun semua itu hanya akan terwujud jika keharaman khamr juga diambil sebagai kebijakan negara bukan individu-individu. Tentu negara seperti ini lahir dari akidah Islam yakni khilafah rasyidah. Khilafah tidak akan memberi izin industri- industri yang membawa kerusakan bagi umat manusia. Industri-industri yang akan dikembangkan oleh khilafah adalah industri halal sebagaimana syariat Islam menjelaskan. Sehingga ekonomi akan menjadi berkah dalam masyarakat dan negara. []
Oleh: Nabila Zidane
(Forum Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)
0 Komentar