Topswara.com -- Sejarawan spesialisasi China modern asal Belanda Profesor Frank Dikotter mengungkapkan kerusakan yang terjadi akibat dari pemaksaan penerapan sistem kolektif ala Mao Zedong.
"Para pemimpin partai mulai berdiskusi di kalangan mereka sendiri mengenai kerusakan yang telah terjadi selama tiga tahun berjalannya sistem kolektif yang dipaksakan. Apa yang mereka temukan adalah kerusakan dalam skala yang tak seorang pun berani membayangkan," tulisnya dalam buku Kelaparan Hebat Di Masa Mao: Sejarah Bencana Paling Dahsyat Di China (1958-1962).
Lebih lanjut ia menunjukkan lima kerusakan dampak pelaksanaan kampanye dimaksud. Pertama, kerusakan bidang pertanian. Ia mengatakan, sejak 1953, para petani kehilangan kontrol atas panen mereka. Hal itu disebabkan penguasa mulai mengenalkan sistem monopoli yang mengharuskan petani menjual seluruh gandum ke negara dengan harga yang ditentukan negara.
Kedua, industri. "Ketika tujuan tertinggi pabrik-pabrik di negeri komunis itu adalah hasil, biaya pemasukan sering diremehkan," terangnya.
Ia mencontohkan kasus di salah satu pabrik mesin pertambangan. "Dalam kasus pabrik mesin pertambangan Luoyang, bunga bulanan dari utang mereka di bank, sama besarnya dengan paket gaji seluruh pabrik," tambahnya.
Ketiga, bidang perniagaan. Menurutnya, buruknya sistem distribusi barang menjadikan hancurnya sistem perniagaan. "Kurangnya peralatan, suku cadang dan bahan bakar membuat keadaan jadi lebih buruk selama tiga tahun berikutnya," tandasnya.
Keempat, perumahan. Ia menuturkan, untuk memenuhi keinginan Mao memperluas pembangunan infrastruktur, pemerintah telah menggusur pemukiman penduduk. Padahal secara maksud, hanya ingin dianggap sejajar dengan negara tetangga, Soviet. Ia menambahkan, disamping membutuhkan biaya besar, kerusakan atau kekacauan yang timbul di lapangan, dikarenakan penyusun kebijakan negara hanya lihai menghitung di atas kertas.
Sama halnya dengan tujuan meningkatkan jumlah produksi baja yang menurutnya, menjadi penyebab banyaknya rumah di pedesaan di-preteli kayunya untuk sekadar menyalakan tungku-tungku peleburan. "Kondisi ini sebetulnya hanya membongkar kebodohan di balik kampanye lompatan jauh ke depan," imbuhnya.
Kelima, kerusakan alam. Ia menjelaskan, sekelompok tenaga ahli dari Soviet di bidang kehutanan dan pelestarian tanah mengatakan, bahwa pepohonan sudah ditebangi asal-asalan. "Praktik penebangan kayu asal-asalan seperti itu tidak berhenti di akhir kampanye baja saja," cantumnya.
Di sisi lain, lanjutnya, terungkapnya penebangan pepohonan seperti itu telah menyebabkan kerusakan yang berbeda-beda di setiap tempat. "Kerusakan yang terjadi, berbeda di satu tempat dengan tempat yang lainnya. Bahkan arsip statistik sekalipun tidak bisa memberikan gambaran obyektif dari realitanya karena alasan politis," pungkasnya. [] Zainul Krian
0 Komentar