Topswara.com -- Menyoal kandungan Trypsin yang ada di beberapa vaksin Pakar Biologi Molekuler lulusan Harvard University Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, Ph. D mengatakan, produk final vaksin yang ada tidak mengandung unsur babi sama sekali.
“Produk final yang disuntikkan ke manusia semua vaksin yang ada tidak mengandung unsur babi sama sekali,” tuturnya dalam acara Menyoroti Tripsin Dalam Produk Rekayasa Genetika Vaksin? Di Kanal YouTube Pak Ahmad, Rabu (24/03/2021).
Ia menjelaskan, perbedaan antara Sinovac dengan Astrazeneca. Kalau Sinovac mengambil SARSCoV2 virus utuh yang kemudian dirusak materi genetiknya sehingga disebut inactivated virus. “Kalau dibandingkan dengan Astrazeneca bukan virus SARSCoV2 tetapi hanya materi genetik dari SARSCoV2 di sini adalah rekombinan,” imbuhnya.
Ia mengungkapkan, untuk memperbanyak virus baik dari Sinovac atau Astrazeneca sama-sama membutuhkan sel hidup. Sel hidup disini disebut sel vero atau HEK293 sebagai inang pembiakan virus Sinovac dan Astrazeneca.
“Ketika sel ini sudah terinfeksi, sel akan memperbanyak dirinya dalam hal ini ketika sel memperbanyak dirinya cawan sudah mulai padat. Ketika cawan sudah mulai padat perlu dipisah ke cawan berikutnya,” ungkapnya
Ia menjelaskan, ketika akan memisahkan sel maka digunakan protein. Trypsin disini berfungsi sebagai gunting molekuler karena dia bisa mengikis secara pelan-pelan sel-sel yang ada di cawan. “Pemisahan ini sangat sedikit sekali menggunakan Trypsin. Kalau berbicara untuk skala laboratorium, untuk penelitian yang banyak digunakan adalah Trypsin dari babi,” terangnya.
Ia mengungkapkan, jika vaksin yang diproduksi dalam skala besar Trypsin yang digunakan sebenarnya bukan dari babi. Ini mulai diketahui dari dokumen produksi yang diterbitkan oleh Astrazeneca. Setelah Trypsin selesai melakukan tugasnya Trypsin akan tercuci.
“Untuk skala produksi baik Sinovac atau Astrazeneca sebenarnya menggunakan bukan dari Trypsin Procine dia menggunakan yang disebut Trypsin dari rekombinan, Trypsin yang berasal dari semacam Jamur Fusarium,” bebernya.
Ia mengungkapkan, ada beberapa vaksin yang tidak menggunakan Trypsin, yaitu vaksin Pfizer dan Novavax.
“Pfizer sendiri dalam proses produksi menggunakan kimia tidak menggunakan Trypsin tidak menggunakan sel hidup, tetapi dalam proses rekayasa genetik bisa jadi menggunakan E. Coli. Pakan yang umum digunakan untuk E. Coli adalah memanfaatkan enzim dari babi,” bebernya.
Lanjut Ia mengatakan, vaksin Novavax menggunakan Spaik protein, yang mana merupakan rekayasa genetik karena secara alami tidak ada Spaik yang terlepas sendirian.”Bahwa rekayasa genetik ini sekali lagi jika dalam pembuatannya menggunakan E. Coli dan pakannya berasal dari Trypsin Procine,” paparnya.
Ia menjelaskan, ketika bakteri E. Coli ini tumbuh dia memutuhkan pakan. Pakan yang dibutuhkan bakteri ini dan pembuatan pakan membutuhkan enzim Trypsin dari Porcine. “Enzim tadi dibutuhkan untuk membuat pakan E. Coli dan kita ketahui tentu ini tidak terkait dengan DNA yang ada yang sedang butuh rekombinasi tapi memang dibutuhkan untuk pembiakan E. Coli,” jelasnya.
“Dari sisi ulama kita bahwa bukan hanya ada masalah proses tetapi juga masalah pemanfaatan dan akhirnya membuat kita para ilmuan muslim terutama, harus mulai berfikir dengan para ulama terkait dengan penggunaan pakan karena dalam urusan rekombinan DNA dalam kloning ini kultur untuk pakan untuk ini sudah banyak sekali sudah jamak digunakan,” pungkasnya [] Alfia Purwanti.
Sumber: https://youtu.be/-EwBG-UFLlE
0 Komentar