Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mengkritik Kaderisasi Ulama Perempuan demi Kesetaraan Gender


Topswara.com -- Masjid Istiqlal Jakarta mulai menjalankan program kaderisasi ulama perempuan. Mereka akan difokuskan melakukan kajian kesetaraan gender dalam perspektif ajaran Islam.

Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, mengatakan bahwa program ini merupakan bagian dari The New Istiqlal. Dengan program ini, Istiqlal berambisi mencetak ulama-ulama baru yang bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman.

"Mungkin ini yang pertama dalam dunia Islam. Jadi, takhasus-nya para ulama perempuan akan mengkaji kitab-kitab sumber terutama Al-Qur'an-Hadits, dalam perspektif kesetaraan gender," kata Nasaruddin dalam Perayaan Milad ke-43 Masjid Istiqlal, Senin (22/2) (CNNIndonesia.com, 23/2/2021).

Program pendidikan ulama perempuan yang digagas Nasaruddin merupakan hasil tindak lanjut nota kesepahaman dengan Kementerian PPPA sebagai upaya pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak berbasis masjid.

Dasar pemikiran pentingnya pendidikan ulama perempuan adalah banyaknya problem rumah tangga disebabkan kurangnya ulama perempuan. Lemahnya ketahanan keluarga berdampak pada terhambat mewujudkan negara ideal.

Ruang lingkup MoU tersebut antara lain percepatan pencapaian lima arahan presiden terkait peran perempuan dalam kewirausahaan, peran ibu dan keluarga dalam pendidikan atau pengasuhan anak, kekerasan terhadap perempuan dan anak, pekerja anak, dan perkawinan anak (kemenpppa.go.id, 19/02/2021).

MoU juga berisi tentang pengarusutamaan gender dan pemenuhan hak anak dalam program masjid, peningkatan kualitas dan kuantitas ulama yang responsif gender dan peduli hak anak.

Ulama perempuan dikader untuk menguasai keilmuan Islam berbasis gender melalui pemahaman Islam yang moderat.

Mengkritik Program Kaderisasi Ulama Perempuan

Program kaderisasi ulama perempuan yang dimaksudkan untuk pemberdayaan dan menghapus atau mengikis bias gender perlu untuk dikritisi. Pertama, membahas tentang ulama. Ulama adalah sebuah istilah yang sudah dijelaskan oleh syariat. Ulama tidak lain yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya.

Para ulama adalah orang-orang yang takut kepada Allah sehingga akan menuntun kepada jalan ketaatan. Di dalam hadits bahkan dijelaskan sangat gamblang, yakni ulama adalah para pewaris nabi.

Berarti ulama itu menjalankan sebuah tanggung jawab yang dibawa oleh para nabi untuk menyampaikan risalah yang haq. Tidak tercampur antara haq atau bathil.

Kedua, program pendidikan menghasilkan ulama perempuan ini patut untuk diwaspadai. Selama ini kita mengenal bahwa pemberdayaan dalam konteks kepada perempuan itu seringkali dipandang oleh pandangan sekuler kapitalistik yang berorientasi untuk kepentingan materi. Yakni, untuk kepentingan menghilangkan hambatan-hambatan disebabkan pandangan agama ataupun pandangan norma-norma di dalam keluarga yang mengungkung perempuan. Seperti menghalangi kebebasan mengejar ambisi-ambisi materialistik.

Inilah cara pandang khas di dalam kapitalisme. Apalagi kalau di dalam MoU antara Kementerian PPPA pemberdayaan perempuan Perlindungan Anak dengan Masjid Istiqlal yang akan membuat program pendidikan bagi lahirnya ulama perempuan ini dikatakan supaya tidak ada bias gender dalam keluarga yang juga akan berpengaruh terhadap pendidikan yang terjadi kepada anggota keluarga dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.

Ketiga, tujuan kaderisasi ulama perempuan demi kesetaraan gender pun wajib ditolak. Sebab, seringkali yang dituduh menjadi penyebab pemicu adanya bias gender itu ada pada syariat yang dianggap tidak memberikan kesetaraan kepada laki-laki maupun perempuan.

Karena itu, program ini patut untuk dikritisi. Jika benar kehadiran ulama-ulama perempuan untuk membawa pandangan Islam yang benar dan meluruskan pandangan-pandangan yang salah seputar kesetaraan dan juga kepercayaan, maka tentu kita dukung.

Sebaliknya, jika mereka justru membenarkan pandangan-pandangan yang muaranya adalah menciptakan kesetaraan gender kemudian pemberdayaan kepada kaum perempuan sebagaimana apa yang hari inidihasilkan di dalam sistem kapitalisme, maka ini adalah bahaya. Sebab, umat akan dituntun bukan kepada ketaatan pada Allah tapi dituntun untuk makin terkikis ketaatannya yang sempurna kepada Allah dan dituntun untuk berani menafsirkan nash-nash syariat sesuai dengan hawa nafsu.

Program Penyesatan Arahan Barat

Program mencetak ulama perempuan dalam rangka menafsirkan nash-nash syariat yang menjungkirbalikkan sesuai syahwat sejatinya merupakan bagian dari arahan kaum kuffar (Barat). Hal jelas wajib dihentikan karena haram hukumnya.

Al-Imam ad-Darimi meriwayatkan dengan sanad sahih perkataan Sayidina Umar bin al-Khaththab ra., “Islam itu dapat hancur dengan ketergelinciran ulama, orang munafik yang berdebat dengan (berdalilkan) Al-Qur’an, dan pemerintahan para penguasa yang menyesatkan.”

Hujjatul Islam Imam al-Ghazali dalam Al-Ihya’ mengatakan, “Rusaknya rakyat itu disebabkan rusaknya penguasa. Rusaknya penguasa itu disebabkan rusaknya ulama. Rusaknya ulama itu disebabkan kecintaan mereka atas dunia dan kedudukan.”

Dengan demikian, kaderisasi ulama perempuan wajib diwaspadai dan ditolak apabila benar mengikuti arus budaya Barat. []

Oleh: Djumriah Lina Johan
(Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar