Topswara.com -- Menanggapi karut marut politik perberasan, Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (MIY) menyatakan ada tarikan kepentingan antara politik pangan dan politik dagang.
“Saya melihat ada tarikan kepentingan antara politik pangan dan politik dagang,” tuturnya dalam acara diskusi Media Umat: Menguak Karut Marut Politik Perberasan, Ahad (21/3/2021) di kanal YouTube Media Umat.
Menurut Ismail, politik pangan berbicara tentang ketahanan pangan dan kebijakan pertanian dan sebagainya. “Kalau politik dagang bagaimana meraih keuntungan dengan cara cepat,” ujarnya.
Sayangnya, ia melihat bahwa hari ini dalih politik itu telah bercampur dengan kendali ekonomi. “Nah ini yang saya kira membuat terjadi komplikasi, ketidaktegasan itu lahir dari komplikasi kepentingan ini,” tegasnya.
Menurutnya, sebenarnya pejabat negara itu harus mempunyai stending posision yang jelas.
“Saya kira disini letak masalahnya. Saat ini posisi itu tidak jelas. Walaupun jelas, itu berpihak pada oligarki. Berpihak kepada pemilik modal. Berpihak kepada siapa yang bisa memberikan rente,” ujarnya.
Menurutnya, Indonesia pernah pada suatu masa ekspor dan impor beras terjadi bersamaan. “Ketika ditanya mengapa ekspor?Katanya karena over produksi. Lah, kalau over produksi, mengapa impor? Impor untuk menjaga cadangan beras,” ujarnya.
“Jadi ini bukan hanya kontradiksi, tetapi ini sesuatu yang sudah merusak akal sehat kita,” tegasnya
Ia menilai bahwa di dalam ekspor itu ada rente. “Bahwa di dalam impor ada rente. Hanya itu saja yang bisa memberikan jawaban, pada saat yang sama ada ekspor dan impor,” tegasnya.
Menurutnya, hal ini terus berjalan sampai saat ini. “Pemain-pemainnya saya kira tidak berubah. Bagaimana mau merubah itu, wong mereka sudah menguasai jalur-jalurnya dan yang lebih utama dalam menguasai modal dan modal ini juga yang dia gunakan untuk membeli izin-izin tadi itu,” bebernya.
Ia pesimis sepanjang politik kebijakan negara itu tunduk pada kepentingan pemilik modal dan kepentingan dagang maka menurutnya akan selamanya seperti ini. “Kemelut impor beras semacam itu akan terus terjadi,” tandasnya.
Ismail menilai Indonesia adalah sebuah negara yang belum mempunyai arah yang jelas. “Ada filosofi dan ada konstitusi tetapi pengalaman menunjukkan bahwa dimasa orde baru itu cenderung kepada sosialistik. Kemudian dimasa orde lama kapitalistik. Makin kesini itu makin liberalistik,” ujarnya.
Oleh sebab itu Ismail mengajak untuk kembali kepada Islam dan kembali kepada syariat agar negara ini memiliki arah yang jelas dan tegas. “Kenapa? Karena jika kembali kepada tuntunan Islam maka negara akan memiliki patokan yang tegas dan bisa dijadikan pegangan dalam menentukan kebijakan,” pungkasnya. [] Aslan La Asamu
0 Komentar