Topswara.com -- "Bu, berangkat dulu ya," pamitku pada ibu sambil mencium hangat tangannya. Seperti pagi-pagi sebelumnya, kami melakukan ritual berpamitan dengan ibu, setelah melahap habis nasi goreng putih serta teh hangat buatan beliau. Kami pun berangkat ke sekolah, berselempang tas sekolah di badan, sembari menjinjing termos biru berisi es lilin buatan ibu.
Terlahir dari keluarga biasa saja, di sebuah kota kecil di Provinsi Bengkulu. Sedari kecil, kami telah diajari berdagang, lebih tepatnya terpaksa berdagang membantu ibu. Kami empat bersaudara, masing- masing membawa es lilin ketika berangkat sekolah untuk dititipkan di beberapa warung. Saat senja menjelang, kami mengambil kembali sisa es ditambah segenggam uang receh. Separuhnya untuk modal, separuh lagi untuk sangu kami sekolah besok.
***
Ya, begitulah hidup menempa saya menjadi pebisnis. Pernah mencicipi beberapa tahun menjadi presenter televisi demi membahagiakan orang tua yang sudah menyekolahkan di bidang ilmu komunikasi, tapi jiwa bisnis lebih menggoda. Hingga aku tinggalkan dunia televisi dan kembali menjadi pebisnis.
Beruntungnya bertemu suami sekaligus coach bisnis, membuat jiwa bisnisku terasah dan terampil. Atas izin Allah, bisnis kami terus berkembang. Salah satunya, bisnis Simply Homy Guest House yang kami dirikan sejak tahun 2010. Guest House pun merambah menjadi beberapa vila, hingga kini sudah ada 25 lokasi di beberapa kota.
Menggeluti dunia bisnis tidak membuat kami lantas terlena akan dunia. Alhamdulilah, Allah SWT pertemukan dengan guru- guru yang membimbing kami belajar Islam secara kafah. Hidup hanya sementara, dan tentu saja tidak hanya soal dunia. Sementara yang abadi justru akhirat sana.
Menyadari dari mana berasal, untuk apa hidup dan akan ke mana kita nanti setelah mati, menjadi pelajaran pertama kami. Akhirnya kami mulai membenahi bisnis agar sesuai syariat Islam. Misalnya, dengan menjadikan Simply Homy Guest House menjadi guest house syariat, memperbaiki akad- akadnya sesuai aturan Islam. Karena bisnis tak hanya berhitung untung rugi, tapi surga neraka.
Dalam kehidupan personal, kami memperbaiki cara menjalani hidup sesuai dengan aturan Allah SWT. Di awal memang tidak mudah. Begitu banyak tantangan dan godaan di hadapan. Tapi kini menjadi terasa ringan setelah beberapa langkah melaluinya.
***
Kini, walau sesibuk apapun, kami berupaya tetap berdakwah dan belajar Islam. Bukan berarti bisnis kami tinggalkan, karena sejatinya tidak ada profesi pendakwah. Karena dakwah adalah kewajiban setiap muslim. Apapun profesi atau pekerjaannya, maka wajib berdakwah mengajak umat Islam untuk bangkit menjalankan syariat Allah secara kafah. Bukankah kita adalah da'i dan da'iyah sebelum segala sesuatunya? []
Oleh: Tria Meriza
0 Komentar