Topswara.com -- Selama masa kepemimpinan Islam, keberadaan perempuan mempunyai derajat begitu mulia. Perempuan bagai permata yang sangat berharga sehingga tidak sembarang mata dapat melihat auratnya. Pun tidak sembarang tangan dapat menyentuhnya.
Kehidupan perempuan pada masa daulah Islam berbeda 180 derajat dengan kehidupan perempuan saat ini. Dalam masyarakat kapitalisme, mereka dibiarkan mengumbar aurat dan berinteraksi dengan lawan jenis nyaris tanpa batasan. Sehingga berakibat pada kerusakan tatanan masyarakat seperti pelecehan, perzinaan, pemerkosaan hingga pembunuhan, perceraian, KDRT dan eksploitasi perempuan untuk kepentingan materi.
Dalam sistem kapitalisme, institusi perkawinan dalam keluarga tidak lagi sakral. Seseorang bisa memiliki anak tanpa pernikahan sah. Bahkan tidak jarang terjadi incest (hubungan seks sedarah). Seorang perempuan dalam kedudukannya sebagai istri dan ibu rumah tangga dituntut bekerja sebagaimana laki-laki. Kehidupan perempuan ala Barat yang seperti ini hanya akan memberikan kegelisahan, penderitaan dan kegersangan psikologis bagi perempuan.
Kehidupan Umum dan Kehidupan Khusus Perempuan
Dalam kitab "Muqaddimah Dustur" pasal 11 karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, digambarkan kehidupan perempuan dalam khilafah adalah sebagai berikut:
Pertama, dalam kehidupan umum perempuan boleh hidup bersama kaum perempuan, kaum lelaki mahram maupun bukan, selama tidak menampakkan auratnya kecuali wajah dan telapak tangan, tidak tabarruj dan tidak al-mutabadzdzilah (mengenakan pakaian yang biasa digunakan di dalam rumah, seperti daster, celana pendek dan lain-lain).
Kedua, dalam kehidupan khusus seorang perempuan tidak boleh hidup kecuali dengan sesama kaum perempuan atau dengan kaum laki-laki yang menjadi mahramnya dan ia tidak boleh hidup dengan laki-laki asing.
Di dalam dua kehidupan ini yakni kehidupan umum dan khusus, perempuan terikat dengan seluruh hukum syariat. Gambaran kehidupan tersebut bersumber dari dalil Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Di dalam kehidupan khusus, seorang perempuan hidup bersama dengan perempuan lain, suami dan mahramnya. Ia tidak boleh hidup serumah dengan laki-laki asing. Ketentuan ini berdasarkan Al-Qur'an surat An-Nur ayat 27,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَدْخُلُوا۟ بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا۟ وَتُسَلِّمُوا۟ عَلَىٰٓ أَهْلِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat."
Dan di dalam Al-Qur'an surat An-Nur ayat 28,
فَإِن لَّمْ تَجِدُوا۟ فِيهَآ أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّىٰ يُؤْذَنَ لَكُمْ ۖ وَإِن قِيلَ لَكُمُ ٱرْجِعُوا۟ فَٱرْجِعُوا۟ ۖ هُوَ أَزْكَىٰ لَكُمْ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
"Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Imam Qurthubiy dalam tafsirnya al-Qurthubi menjelaskan ayat tersebut bahwa Allah SWT memuliakan dan mengagungkan anak-anak Adam dengan rumah-rumah. Dengan rumah-rumah itu manusia terjaga atau terlindung dari pandangan orang luar. Dengan rumah-rumah itu juga mereka bisa menikmati kehidupan pribadi, mencegah orang lain untuk melihat apa saja yang ada di dalam rumah atau mencegah masuknya orang-orang tanpa izin dari pemiliknya.
Allah SWT juga menetapkan sejumlah hukum yang bisa menutup aurat mereka agar tidak diintip oleh orang lain dari luar. Dalam Shahih Muslim disebutkan Abu Hurairah meriwayatkan sebuah riwayat dari Nabi SAW, beliau pernah bersabda,
"Siapa saja yang mengintip (melihat) rumah seseorang tanpa izin pemiliknya, maka pemilik rumah itu halal menusuk matanya."
(HR. Muslim)
Rumah merupakan kehidupan khusus di dalamnya perempuan mukmin hidup dan bergaul dengan suami, anak dan mahram-mahramnya. Perempuan tidak dilarang menampakkan sebagian auratnya tatkala berada di rumah sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an Surat An-Nuur ayat 31. Dia pun boleh mengenakan pakaian sehari-hari.
Sebaliknya perempuan mukmin wajib terikat dengan aturan ijtima'i dalam kehidupan khusus mereka. Wanita mukmin tidak boleh hidup serumah dengan laki-laki asing, bergaul dan berinteraksi layaknya suami istri atau kerabat. Namun demikian perempuan muslimah boleh hidup di dalam kehidupan umum dan melakukan aktivitas di dalamnya seperti berdakwah, belajar-mengajar, berdagang, berdakwah dan lain sebagainya. Dia boleh berinteraksi dengan laki-laki maupun perempuan sesuai batas-batas yang telah ditetapkan syariat.
Seorang wanita wajib menutup aurat dengan mengenakan kerudung dan jilbab tatkala berada di kehidupan umum sebagaimana dalil berikut yang menjelaskan Nabi SAW pernah mencela dan melarang wanita
-wanita yang membuka auratnya di kehidupan umum. Beliau bersabda,
"Ada dua golongan manusia yang menjadi penghuni neraka, yang sebelumnya aku tidak pernah lihat yakni: sekelompok orang yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk menyakiti umat manusia dan wanita yang membuka auratnya, berpakaian tipis merangsang, berlenggak-lenggok dan berlagak, kepalanya digelung seperti punuk onta. Mereka tidak akan dapat masuk surga dan mencium baunya. Padahal bau surga dapat tercium dari jarak sekian-sekian."
(HR. Muslim)
Perintah bagi perempuan mengenakan khimar atau kerudung dan jilbab di kehidupan umum disebut di dalam Al-Qur'an surat An-Niur ayat 31 dan surat Al-Ahzab ayat 59.
Inilah secuil gambaran indahnya aturan Islam dalam menjaga kehormatan perempuan. Sebagaimana khilafah telah menjadikan kehidupan perempuan dengan kemuliaan dan penjagaan. Tidakkah para muslimah menginginkan kehidupan yang demikian? []
Oleh: Nabila Zidane
(Forum Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)
0 Komentar