Topswara.com -- Beberapa ekonom memprediksi ekonomi Indonesia pada tahun 2021 bakal mengalami krisis. Ada beberapa faktor yang memengaruhinya, seperti besarnya akumulasi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), rapuhnya ketahanan fiskal, hingga daya beli masyarakat yang rendah. Namun Menteri Keuangan Sri Mulyani tetap optimis seiring dimulainya program vaksinasi massal dan upaya mencegah merebaknya Covid-19.
Ekonom senior, Rizal Ramli memprediksi pada 2021 ekonomi Indonesia akan mengalami krisis yang jauh lebih serius dibandingkan tahun lalu. Hal itu dikatakannya dalam sarasehan bertema “National Economic Outlook 2021,” Kamis (14/1/2021).
Menurutnya, terpuruknya ekonomi Indonesia di tahun 2021 dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaan lantaran pandemi Covid-19 sehingga membuat daya beli hancur. Pun makin banyaknya utang pemerintah (voaindonesia.com, 14/1/2021)
Pandemi Membuka Aib Kapitalisme
Pandemi Covid-19 ini semakin menegaskan dan membuka mata kita akan rapuhnya perekonomian Indonesia yang menganut sistem kapitalisme neoliberal. Akibatnya perekonomian semakin terpuruk saat pandemi.
Untuk itu, persoalan krisis ekonomi negeri ini ada dalam penerapan ekonomi kapitalisme neoliberal yang bersandar pada sektor ekonomi non riil. Ia melahirkan institusi pasar modal, sektor perbankan berbasis riba, sistem keuangan bertumpu pada pajak dan utang luar negeri, serta sistem moneter berbasis uang kertas. Sebenarnya inilah faktor penyebab krisis ekonomi.
Selain itu, sistem ini juga telah memberi jalan mulus bagi korporasi untuk menguasai berbagai sumber daya alam (SDA), ekonomi, serta mengebiri peran negara.
Sehingga langkah untuk memulihkan ekonomi Indonesia bahkan dunia adalah dengan kembali menerapkan sistem ekonomi Islam.
Kelebihan Sistem Ekonomi Islam
Sistem ekonomi Islam dalam khilafah akan mampu mencegah terjadinya krisis ekonomi berdasarkan prinsip-prinsip berikut.
Pertama, sistem ekonomi Islam mengharamkan praktik riba. Sehingga khilafah akan menghentikan praktik perbankan konvensional ribawi serta aktivitas ekonomi apapun baik antarindividu maupun pebisnis yang mengandung riba dan transaksi yang tidak sesuai syariat.
Allah Swt menegaskan keharaman riba dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 275 yang artinya:
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..."
Kedua, khilafah akan menata ulang sistem moneter yakni harus berbasis emas dan perak bukan yang lain.
Jika negara butuh mencetak uang kertas, maka harus dicover emas dan perak dengan nilai sama dan dapat ditukar saat ada permintaan. Dengan begitu, uang kertas negara manapun tidak akan bisa didominasi oleh uang negara lain. Sebaliknya uang tersebut mempunyai nilai intrinsik yang tetap dan tidak berubah.
Sejak disingkirkannya emas sebagai cadangan mata uang dan dimasukkannya dolar sebagai pendamping mata uang telah menjadikan dolar yang tidak berbasis emas mendominasi dunia.
Goncangan sekecil apapun terjadi pada dolar telah menjadi pukulan telak bagi negara lain. Jadi, mata uang dolar turut andil dalam krisis dunia.
Ketiga, sistem ekonomi Islam melarang penjualan komoditi sebelum dikuasai oleh penjualnya. Sehingga haram hukumnya menjual barang yang tidak menjadi milik seseorang. Haram juga memindahtangankan kertas berharga, obligasi dan saham yang dihasilkan dari aqad-akad batil. Maka khilafah akan menutup aktivitas bursa dan pasar saham, jual beli saham, obligasi dan komoditi tanpa adanya syarat serah terima komoditi yang bersangkutan bahkan bisa diperjualbelikan tanpa harus mengalihkan komoditas tersebut dari tangan pemiliknya yang asli adalah sistem batil dan menimbulkan masalah.
Keempat, sistem keuangan yang berbasis baitul mal. Khilafah tidak akan pernah mengambil utang luar negeri untuk pembiayaan pembangunan. Sehingga tidak akan masuk ke dalam jebakan utang luar negeri.
Sistem keuangan baitul mal membagi kepemilikan menjadi tiga yakni pos kepemilikan umum, pos kepemilikan negara dan pos kepemilikan individu.
Pos kepemilikan umum diperoleh dari pengelolaan berbagai SDA milik umum (rakyat) seperti pertambangan, kekayaan laut, hutan dan aset lainnya. Negara khilafah hanya berfungsi sebagai pengelola dan hasilnya dikembalikan 100 persen untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Baik kebutuhan pokok (sandang, pangan dan papan) maupun kebutuhan dasar (keamanan, pendidikan dan kesehatan).
Negara haram melakukan privatisasi SDA milik rakyat apalagi menyerahkannya kepada swasta baik lokal maupun asing. Karena itu kekayaan alam akan mampu menjadi solusi saat terjadi krisis ekonomi yaitu dapat dimanfaatkan oleh rakyat sebagai pemilik sahnya.
SDA yang dikuasai negara juga berpotensi menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Karena merupakan industri berat yang membutuhkan banyak tenaga ahli dan terampil. Pengelolaan SDA oleh negara akan membuka lapangan pekerjaan sangat besar sehingga mampu mengatasi kekurangan lapangan pekerjaan sebagaimana yang terjadi hari ini.
Pos kepemilikan negara bersumber dari fai', kharaj dan zakat yang pembelanjaan sudah ditetapkan oleh syariat. Pos kepemilikan individu adalah sumber pemasukan bagi rakyat sebagai hasil dari aktivitas individu, baik diperoleh dari bekerja, harta warisan dan semacamnya.
Kelima, khilafah akan menata ulang kebijakan fiskal yaitu dengan menutup semua pungutan pajak. Jika suatu waktu khilafah dihadapkan pada situasi yang tidak biasa dan diharuskan memungut pajak, maka hal ini hanya ditujukan pada kalangan Muslim yang mampu dari orang kaya (aghniya') saja. ketika situasi yang tidak biasa selesai, maka pajak akan dihentikan.
Demikianlah, dengan penerapan sistem ekonomi Islam, khilafah akan mampu bertahan di tengah kondisi apapun dan tidak akan jatuh ke dalam jurang krisis apalagi resesi. []
Oleh: Nabila Zidane
(Forum Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)
0 Komentar