Topswara.com -- Saat disebut nama Abdurrahman bin Auf, yang pertama muncul di benak sebagian besar orang adalah sahabat kaya, saudagar sukses dan dermawan. Namun, ada sisi lain yang jarang terekspose dari sosok sahabat istimewa tersebut. Beliau salah satu dari enam orang yang dipilih oleh Umar bin Khattab sebagai kandidat calon khalifah.
Lalu, tahukah apa yang dilakukan sahabat Abdurrahman bin Auf? Beliau mengundurkan diri dan mengambil peran yang tidak kalah urgen dari itu. Sebuah amanah untuk menyegerakan terwujudnya seorang khalifah pasca wafatnya Umar bin Khattab, yaitu sebagai panitia pemilihan khalifah.
Beliau melakukan amanah mulia itu tak hanya di siang hari, tapi juga malam hari. Bahkan Imam Bukhori meriwayatkan dari jalan Miswar bin Mukhrimah yang berkata, "Abdurrahman mengetuk pintu rumahku pada tengah malam. Ia mengetuk pintu hingga aku terbangun. Ia berkata, "Aku melihat engkau tidur. Demi Allah, janganlah engkau menghabiskan tiga hari ini yakni tiga malam dengan banyak tidur." (Ajhizah Daulah Khilafah). Hingga tertunaikanlah pembai'atan Utsman bin Affan sebagai khalifah.
Sebuah kisah dengan pelajaran istimewa. Sosok sahabat senior yang bukan sekadar pebisnis sukses dan dermawan. Tapi juga pejuang Islam yang tangguh dan cekatan.
Beliau paham betul urgensitas kepemimpinan umat. Tanpa khilafah, umat tercerai berai, tanpa pengurus, bagai anak ayam kehilangan induknya. Pun memahami dalil syariat bahwa tiga hari tiga malam adalah batas maksimal umat tanpa kepemimpinan (khilafah). Layak jika beliau melaksanakan amanah penting tersebut dengan serius dan penuh tanggung jawab.
Lalu, bagaimana kondisi umat saat ini? Sudah hampir satu abad umat hidup tanpa khilafah. Berbagai problematika melanda. Umat terpecah menjadi lima puluh lebih negara bangsa. Nyawa tiada lagi berharga, akidah dan pemikiran umat disesatkan dengan virus sipilis (sekularisme, pluralisme, liberalisme).
Dari kisah sahabat Abdurrahman bin Auf, seharusnya kita belajar peran optimal beliau sebagai muslim. Dengan potensi spesial sebagai saudagar dermawan. Namun, beliau tidak mencukupkan dengan peran di bidang itu. Tapi beliau ambil peran dalam mahkota kewajiban yaitu terjaganya khilafah dan adanya khalifah.
Demikian pula, seharusnya generasi-generasi anak umat ini berkontribusi dalam agamanya. Mencurahkan segala daya dan upaya sesuai kemampuan dan kepakarannya untuk berjuang mengembalikan khilafah a'la minhajin nubuwah rasyidah atsaniyah.
Semua tentu kembali pada pilihan masing-masing. Mau mengambil keteladanan Abdurrahman bin Auf dari aspek bisnisnya saja, atau mengambil ibrah dari sisi utuhnya. Sebagai pengokoh pemahaman, renungkan hadits berikut,
. وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
"Dan barang siapa mati sedang di pundaknya tidak ada bai’at, maka ia mati seperti mati jahiliyyah." (HR. Imam Muslim)
Hadits di atas tidak menyatakan kafir orang yang tidak ada bai’at di pundaknya terhadap khalifah atau penguasa, namun dikatakan sebagai orang yang mati dalam keadaan bermaksiat dan berdosa.
Adapun dalam kondisi seperti saat ini, di mana secara de facto tidak ada khalifah dan bai’at di pundak muslim, maka kaum muslimin wajib berusaha sekuat mungkin untuk mewujudkannya sehingga bai’at di pundak mereka. Baik bai’at in’iqad (bai’at pengangkatan) secara langsung, atau hanya bai’at tha’at (rela dengan kepemimpinan khalifah yang diangkat).
Semoga Allah SWT meridhai kita sebagaimana para sahabat dan orang-orang yang mengikuti jalan Rasulullah SAW yang senantiasa tidak berpangku tangan dalam ketiadaan khilafah maupun khalifah yang akan menerapkan syariat Islam secara kafah. Sehingga Islam kembali membawa rahmat bagi seluruh alam. Aamiin. []
Oleh: Yuyun Rumiwati
0 Komentar