Topswara.com -- Meski sudah banyak yang tertangkap tangan oleh aparat, ternyata tidak bisa menghentikan peredaran narkoba dalam kehidupan masyarakat. Terbukti, masih leluasanya penyebaran narkoba yang nyata menimbulkan banyak korban.
Seperti yang terjadi belum lama ini. Pengedar narkoba jaringan antarkota, Sidoarjo - Gresik ditangkap Satresnarkoba Polres Gresik. Petugas menangkap pelaku di Sidoarjo dengan barang bukti sabu seberat 6,27 gram.
Tersangka Malik Abdul Aziz (29) disergap Minggu (31/1/2021) sekitar pukul 12.00 WIB di dalam rumahnya Jalan Diponegoro Kelurahan Waru, Medaeng - Sidoarjo. Hasil pengembangan dari para pengedar sabu wilayah Gresik yang dibungkus wafer dan permen.
Ketiganya tersangka SH, IP dan MA adalah jaringan pengedar sabu antar kota yang melalang buana di Sidoarjo dan Gresik. Kini, ketiga tersangka sama-sama meringkuk di balik jeruji besi Mapolres Gresik. Atas perbuatannya melanggar hukum MA dijerat pasal 114 ayat (2) Subs Pasal 112 (ayat (2) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman sedikitnya empat tahun penjara (tribunnews.com, 6/2/2021).
Sekularisme Penyebab Utama Narkoba
Secara umum ada tiga efek narkoba, yakni:
Pertama, depresan (menekan atau memperlambat fungsi sistem saraf pusat sehingga dapat mengurangi aktivitas fungsional tubuh, dapat membuat pemakai merasa tenang, memberikan rasa melambung tinggi, memberi rasa bahagia dan bahkan membuatnya tertidur atau tidak sadarkan diri).
Kedua, stimulan (merangsang sistem saraf pusat dan meningkatkan kegairahan (segar dan bersemangat) dan kesadaran, mengurangi rasa kantuk karena lelah, mengurangi nafsu makan, mempercepat detak jantung, tekanan darah dan pernafasan).
Ketiga, halusinogen (mengubah rangsangan indera yang jelas serta merubah perasaan dan pikiran sehingga menimbulkan kesan palsu atau halusinasi). Secara umum, efek buruk narkoba terhadap kesehatan meliputi: terganggunya fungsi otak, daya ingat menurun, dan intoksikasi (keracunan). Dengan efek buruk seperti itupun, ternyata kasus narkoba semakin meningkat.
Penyebab utama maraknya narkoba adalah penerapan falsafah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) dalam masyarakat saat ini. Ketika kehidupan dunia sudah tidak diatur dengan syariat Allah Swt lagi, maka mengakibatkan banyak yang lalai akan tujuan hidup. Lupa akan hari akhir dan kedahsyatannya, lupa bahwa kehidupan ini adalah sawah dan ladang beramal untuk akhirat.
Akibatnya, suburlah pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup (hedonisme) dan serba-boleh (permisif). Masyarakat diubah menjadi pemburu kesenangan dan kepuasan. Prinsipnya bukan halal dan haram atau pahala dan dosa.
Tetapi mereka melontarkan sebuah ungkapan, “Uang saya sendiri dan badan saya sendiri, terserah saya, kan tidak mengganggu anda.” Akhirnya, miras, narkoba, perzinaan, seks bebas, pelacuran, dan sebagainya, menjadi bagian dari kehidupan sebagian besar masyarakat. Lebih mirisnya lagi, kemaksiatan seperti itu dianggap hal yang biasa dan harus dimaklumi adanya. Astaghfirullah!
Ditambah lagi sistem hukum yang ada saat ini. Pecandu narkoba tidak lagi dipandang sebagai pelaku tindak kriminal, tetapi hanya korban atau seperti orang sakit. Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) periode 2008-2012, Gories Mere mengatakan, “Pencandu narkoba seperti orang yang terkena penyakit lainnya. Mereka harus diobati, tetapi menggunakan cara yang khusus.” (Kompas.com, 4/10)
Disisi lain, sanksi hukum yang dijatuhkan terlalu lunak. Vonis mati yang diharapkan bisa menimbulkan efek jera pun justru dibatalkan oleh MA dan grasi presiden. Bandar dan pengedar narkoba yang sudah dihukum juga berpeluang mendapatkan pengurangan masa tahanan. Parahnya lagi, mereka tetap bisa mengontrol penyebaran narkoba dari dalam penjara.
Islam Memandang Narkoba
Tak ada perbedaan di kalangan ulama mengenai haramnya narkoba dalam berbagai jenisnya, baik itu ganja, opium, morfin, mariyuana, kokain, ecstasy, dan sebagainya. Sebagian ulama mengharamkan narkoba karena diqiyaskan dengan haramnya khamr, karena ada kesamaan illat (alasan hukum) yaitu sama-sama memabukkan (muskir).
Sebagian menyatakan haramnya narkoba bukan karena diqiyaskan dengan khamr, melainkan karena dua alasan. Pertama, ada nash yang mengharamkan narkoba. Kedua, karena menimbulkan bahaya (dharar) bagi manusia. (Syaikh Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, juz IV, hlm. 177)
Dari Ummu Salamah r.a., ia berkata: “Rasulullah Saw melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).” (HR. Abu Daud dan Ahmad)
Yang dimaksud mufattir, adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha`) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia. (Rawwas Qal’ahjie, Mu’jam Lughah Al Fuqoha`, hlm. 342).
Dari Ibnu ‘Abbas r.a, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh berbuat madlarat dan hal yang menimbulkan madlarat.” (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3: 77, Al Baihaqi 6: 69, Al Hakim 2: 66).
Ketika akar masalahnya adalah pengabaian hukum Allah Swt, baik secara keseluruhan, ataupun sebagiannya, maka solusi mendasar dan menyeluruh untuk masalah narkoba adalah dengan menerapkan hukum Allah Swt dalam setiap aspek kehidupan. Kalau ini tidak dilakukan, sudah terbukti persoalan bukan semakin baik, namun semakin memperpanjang masalah.
Rasulullah Saw bersabda, “Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukum-hukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan bencana di antara mereka.” (HR. Ibnu Majah dengan sanad hasan)
Ketika syariat Islam diterapkan, maka peluang penyalahgunaan akan tertutup. Landasan akidah Islam mewajibkan negara membina ketakwaan warganya. Ketakwaan yang terwujud itu akan mencegah seseorang terjerumus dalam kejahatan narkoba.
Disamping itu, alasan ekonomi untuk terlibat kejahatan narkoba juga tidak akan muncul. Sebab pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu rakyat (papan, pangan dan sandang) dan kebutuhan dasar masyarakat (pendidikan, layanan kesehatan dan keamanan) akan dijamin oleh negara. Setiap orang juga memiliki kemungkinan untuk memenuhi kebutuhan sekundernya sesuai kemampuan masing-masing.
Sebagai zat haram, siapa saja yang mengkonsumsi, mengedarkan dan memproduksinya berarti telah melakukan jarîmah (tindakan kriminal) yang termasuk sanksi ta’zir. Pelakunya layak dijatuhi sanksi, di mana bentuk, jenis dan kadar sanksi itu diserahkan kepada ijtihad Khalifah atau Qadhi. Sanksi yang ditetapkan bisa berupa diekspos, penjara, denda, jilid bahkan sampai hukuman mati dengan melihat tingkat kejahatan dan bahayanya bagi masyarakat.
Terhadap pengguna narkoba yang baru sekali, selain harus diobati/direhabilitasi oleh negara secara gratis, mungkin cukup dijatuhi sanksi ringan. Jika berulang-ulang (pecandu) sanksinya bisa lebih berat. Terhadap pengedar tentu tak layak dijatuhi sanksi hukum yang ringan atau diberi keringanan. Sebab, selain melakukan kejahatan narkoba mereka juga membahayakan masyarakat.
Cara Praktis Membentengi Diri dan Keluarga dari Narkoba:
Pertama, mengajarkan akidah yang benar. Hal ini bisa memberikan alasan tepat bagi seseorang untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu. Ketika alasannya akidah maka tidak akan tergoyahkan oleh kemanfaatan ataupun kemudhorotan yang sifatnya materi yang akan menimpanya.
Kedua, memperbaiki fungsi keluarga, sehingga keluarga menjadi tempat yang nyaman bagi anggotanya. Dari sini, anak tidak mencari kenyamanan lain di luar rumah yang berpengaruh negatif.
Anas bin Malik r.a. menuturkan, “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih sayang kepada anak-anak selain Rasulullah Shallallahu’alaihi Wassallam” (HR. Muslim 2316)
Ketiga, menanamkan kebiasaan untuk memanfaatkan waktu, jangan biarkan keluarga terlena dengan kekosongan dan kesia-siaan.
“Bersemangatlah pada apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah (untuk melakukannya), dan janganlah malas.” (HR. Muslim 2664)
Keempat, memilihkan lingkungan. Di antara faktor pemicu ketertarikan terhadap narkoba, sebagian besar berasal dari lingkaran pertemanan. Ingin meniru teman, ingin dianggap keren, mencoba apa yang dicoba temannya, ingin menunjukkan jati diri dihadapan teman, ingin dianggap sahabat terbaik, dll.
Oleh sebab itu, bahaya sekali jika teman-teman dari anak kita adalah orang-orang yang bobrok, rusak dan jauh dari agama.
Rasulullah Saw bersabda, “Permisalan teman bergaul yang baik dan teman bergaul yang buruk bagaikan penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau tertarik membeli minyak wangi darinya. Minimal, engkau akan tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi akan membuat bajumu terbakar, atau minimal engkau akan mendapatkan bau yang tidak enak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kelima, menjaga ketaatan kepada Allah Swt. Dengan ketaatan kita, maka penjagaan Allah Swt akan diberikan kepada kita dan keluarga.
Rasulullah Saw berkata,
“Jagalah Allah, maka pasti Allah menjagamu. Jagalah Allah pasti kau akan menjumpai-Nya di hadapanmu. Apabila engkau meminta maka mintalah kepada Allah dan jika engkau meminta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah.” (HR. At Tirmidzi)
Peran serta keluarga dalam mengantisipasi maraknya narkoba sangat penting. Hanya saja, fakta yang kita dapati saat ini banyak para ibu harus turut serta bekerja di luar rumah demi membantu sang kepala keluarga menambah uang belanja di setiap bulannya. Keberadaan ibu sebagai madrasah utama akhirnya terabaikan. Tidak mengherankan jika banyak didapati para generasi yang tidak merasakan sepenuhnya pendidikan yang mumpuni dalam keluarga. Kemudian mereka mencari pelarian di luar rumah.
Tugas seorang ibu bukanlah pekerjaan mudah. Harus melibatkan pemahaman akan tugas menjadi ibu secara keseluruhan. Tentunya, akan banyak hambatan dan kesulitan yang dihadapi dan membutuhkan kerjasama yang baik sehingga dapat menjalaninya dengan baik.
Generasi hebat adalah karya dari pendidikan keluarga yang sukses dari sang ibu. Pendidikan yang dihadirkan ibu dalam keluarga harus mencakup seluruh aspek kehidupan. Yang utama sekali adalah pendidikan agama yaitu dari tauhidnya, segi akhlaknya, bagaimana bermu’amalah, dan sebagainya. Peran ibu tersebut tidak akan bisa terlaksana sempurana, manakala dia harus terlibat bekerja di luar rumah.
Lalu, bagaimana caranya agar peran ibu bisa kembali seperti sedia kala sebagai madrasah utama dalam keluarga? Solusi satu-satunya adalah menerapkan kembali syariat Islam dalam segala aspek kehidupan, termasuk mengembalikan peran sentral ibu dalam keluarga. Islam telah nyata begitu memahami menempatkan ibu dalam peran yang tepat dalam keluarga.
“…maka jika datang kepada kalian petunjuk dari-Ku, lalu barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan celaka. Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” Berkatalah ia, "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?”
Pun Allah berfirman, "Demikianlah telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.” (QS. Thaha: 123-126) []
Oleh: Rindoe Arrayah
0 Komentar