Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

SKB Tiga Menteri dan Tujuan Pendidikan


Topswara.com -- Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian dan Menag Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan Surat Keputusan Bersama atau SKB Tiga Menteri perihal ketentuan seragam di lingkungan sekolah. Aturan terbaru berisi ketentuan bahwa pemerintah dan sekolah tidak boleh mewajibkan atau pun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama kepada peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan. Hak untuk memilih terletak kepada individu.

SKB Tiga Menteri sebagai cerita lanjutan dari viralnya video orang tua salah satu siswi non-muslim di SMKN 2 Padang tentang kewajiban seragam jilbab di sekolah. 

Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jumeri, pun angkat bicara. Menurutnya, SKB ini tidak melarang peserta didik mengenakan pakaian seragam yang berkarakter keagamaan di antara anak-anak. Ia berharap, guru dengan kemampuan literasi yang bagus menyadarkan anak-anaknya sehingga secara mandiri melindungi diri, mengenakan seragam sekolah sesuai dengan agama yang dianutnya (Tempo.co, 11/2/2021).

Pernyataan tersebut seolah peserta didik dibiarkan untuk memilih dan menjalankan kehidupannya sesuai pemahamannya secara mandiri. Padahal, peraturan merupakan salah satu cara efektif untuk melatih anak menerapkan syariat Islam. Dengan peraturan yang dibuat sekolah atau instansi terkait, dapat menjadikan anak taat dan menjalankannya. Meski mungkin berawal dari terpaksa karena aturan tersebut, namun dengan terus dipahamkan akan kewajiban jilbab bagi muslimah, pada akhirnya mereka menjalaninya dengan suka rela. 

Apalagi jika semua pihak sadar kebaikan dari aturan tersebut sebagaimana disampaikan oleh mantan wali kota Padang, Fauzi Bahar bahwa aturan itu dibuat untuk menjaga perempuan dan mengembalikan budaya Minang sehingga tak perlu dicabut.

SKB ini dianggap sebagai jalan tengah dan dibuat atas nama hak asasi manusia (HAM). Padahal jika dipahami, SKB Tiga Menteri ini justru bertentangan dengan tujuan pendidikan untuk menciptakan insan bertakwa dengan taat agama. Kebijakan ini justru mendorong kebebasan berperilaku dengan atas nama HAM. 

Jika sekarang menerbitkan SKB atas nama HAM, di mana mereka saat 40 sekolah di Bali melarang siswi muslim berjilbab ( kerudung) beberapa tahun lalu? 

Sungguh miris, Indonesia yang memiliki masyarakat mayoritas muslim justru  diperlakukan layaknya minoritas. Tidak ada pembelaan dari HAM saat itu. Justru siswi muslimah diminta mencari sekolah yang menerima mereka dengan mengenakan kerudung.

Sesungguhnya aturan Islam berlaku bagi seluruh umat. Islam memberikan rahmat baik bagi muslim maupun non-muslim. Begitu pula perintah menutup aurat bagi wanita dengan hijab. Karena dengan hijab, wanita semakin terjaga dari bahaya.

Sebagaimana firman Allah Swt, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59).

Ketika umat berada di dalam sistem Islam, maka diwajibkan atasnya menutup auratnya  dengan sempurna. Ini berlaku bagi wanita muslim dan non-muslim harus terikat dengan peraturan yang sama. Namun, ada batasan bagi wanita non-muslim berpakaian menurut agamanya. Mereka diperbolehkan mengenakan pakaian sesuai posisinya, misal sebagai biarawati maka boleh mengenakan pakaian khas biarawati. Batasan kedua yaitu sesuai ketetapan hukum syariat sebagaimana disebutkan dalam QS. An-Nuur: 31.

Dengan mengenakan jilbab, wanita semakin berusaha menjaga sikap dan tingkah lakunya. Terlebih di saat-saat tertentu seperti adanya Valentine Day seperti sekarang ini. Perayaan hari kasih sayang yang justru mengundang kemaksiatan, merendahkan perempuan dapat diredam dengan jilbab. Setidaknya wanita berjilbab lebih menjaga dirinya untuk mendekati zina karena sadar dengan pakaian yang dikenakan.

Maka, sebenarnya  kebijakan pemerintah untuk memberikan aturan berjilbab sangat diperlukan. Karena perintah penguasa akan memudahkan terlaksanakannya suatu kewajiban. Telah dicontohkan penerapan hukum wajib jilbab saat Islam berjaya. Di masa itu semua wanita muslim dan non-muslim, berpakaian sama. Perintah berpakaian ini justru memberikan hak bagi wanita untuk dihormati dan dijaga keamanannya. Dengan menutup aurat secara sempurna, meminimalisir kejahatan terhadap wanita. 

Jadi, aturan yang dibuat dalam sistem Islam merupakan kebijakan yang terbukti memberikan keadilan yang terbaik bagi umat, sehingga non-muslim pun bisa menerima dan menjalankan syariatnya. Untuk itu, perlu meninjau kembali SKB Tiga Menteri ini karena bertentangan dengan tujuan pendidikan untuk mencipta insan bertakwa. Sebaliknya, butuh peraturan untuk menerapkan Islam secara menyeluruh di negeri ini termasuk peraturan mengenakan jilbab. []


Oleh: R. Raraswati
(Muslimah Peduli Generasi)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar