Topswara.com -- Masana Sembiring, 25, pemuda yang melakukan aksi tak terpuji pada ibu kandungnya akhirnya ditangkap Polsek Besitang, Kabupaten Langkat. Warga Dusun C III A Desa Pir ADB, Kecamatan Besitang, Langkat, Sumut
Masana ditangkap karena telah mengancam hendak membunuh ibunya. Ancaman itu dilakukan karena sang ibu dianggap akan ikut campur melerai keributan dalam rumah tangganya. Masana dengan kalap berteriak akan membunuh ibunya sembari mengacungkan pisau kepada ibunya saat sang ibu menanyakan mengapa terjadi keributan kepada menantunya. (jpnn.com, 23/1/2021)
Konflik keluarga seperti fakta di atas bagaikan gunung es. Masih banyak kisah yang sama yang berseliweran di pemberitaan. Inilah potret anak yang tidak memiliki moral atau amoral terhadap orang tua.
Orang tua yang harusnya disayangi dan diperlakukan baik terlebih di masa tuanya justru diperlakukan buruk. Padahal berbakti kepada kedua orang tua adalah kewajiban setiap anak.
Perilaku Amoral Potret Sistem Kapitalisme Liberal
Sejatinya, maraknya perilaku amoral anak kepada orang tua adalah potret penerapan sistem kapitalisme liberal. Pasalnya kapitalisme berasaskan sekularisme berprinsip kebebasan dan berorientasi materi. Kebahagiaan diidentikkan dengan banyaknya materi yang teraih atau dimiliki. Semakin besar materi yang didapatkan, maka semakin bahagia.
Sekularisme yang memisahkan agama dari pengaturan kehidupan meniscayakan manusia menafikan syariat Islam. Padahal pelaksanaan syariat Islam inilah yang akan membentuk perilaku dan moral yang mulia.
Ditambah dengan prinsip kebebasan yang teraruskan melalui kebijakan negara terkait keluarga, kurikulum pendidikan yang diberlakukan negara serta pola interaksi di masyarakat, menjadikan individu dan keluarga muslim tumbuh jauh dari pondasi iman dan ketundukan pada syariat Islam.
Pandangan kapitalisme terhadap materi serta penerapan kurikulum pendidikan yang materialistis juga menjerat orientasi keluarga muslim. Akibatnya, orang tua lebih fokus pada upaya memperbanyak materi dan mendidik anak dengan cita-cita materialis serta nihil dari upaya memahamkan syariah Islam kafah termasuk adab atau akhlak.
Pendidikan dalam Pandangan Islam
Tujuan pendidikan dalam Islam adalah menjadikan terbentuknya kepribadian Islam kepada setiap generasi. Pembentukan kepribadian Islam adalah tanggung jawab keluarga, masyarakat dan negara.
Pertama, keluarga.
Anak adalah anugerah Allah Swt yang paling berharga sekaligus amanah yang harus dijaga, dirawat dan dididik agar menjadi penyejuk hati dan hamba yang bertakwa. Ini menjadi perhatian yang seksama bagi setiap keluarga muslim agar anak-anaknya tumbuh menjadi generasi yang memiliki keimanan kuat, kepribadian Islam yang kokoh serta berperilaku sesuai syariah dan adab Islam dalam setiap langkah-langkahnya.
Islam mewajibkan orang tua khususnya ibu untuk menjadi pembina dan pendidik generasi dalam keluarga bahkan ibu dikatakan sebagai madrasatul ula atau sekolah pertama bagi anak-anaknya. Ibu adalah pihak pertama yang harus menanamkan keimanan yang bersih dan kokoh kepada anak-anaknya. Menanamkan kecintaan pada Allah Swt dan rasul-Nya serta menanamkan sikap untuk selalu merujuk pada Al-Qur'an dan hadits Rasulullah Saw.
Anas ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah ada mereka."
(HR. Ibnu Majah)
Kedua, masyarakat. Masyarakat yang beramar ma'ruf nahi mungkar akan senantiasa menciptakan dan menjaga ketakwaan dalam interaksi mereka. Jika ada yang berbuat tidak sesuai syariat, maka akan muncul aktivitas saling menasihati agar setiap muslim tetap berjalan di atas kebenaran termasuk dalam masalah berbakti kepada orang tua dan adab. Inilah masyarakat Islam yang didambakan bukan masyarakat yang individualis, tidak peduli dan berorientasi materi sebagaimana masyarakat dalam sistem kapitalisme.
Ketiga, negara. Pembentukan kepribadian Islam generasi juga merupakan tanggung jawab negara melalui penerapan sistem pendidikan Islam serta ditopang oleh sistem sosial Islam dan media massa islami.
Negara harus bertanggung jawab menghadirkan kurikulum pendidikan yang akan mencetak individu bertakwa dan berperilaku sesuai syariat di antaranya berakhlak islami.
Nabi Saw bersabda, "Imam yang berkuasa atas manusia itu adalah pemimpin dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya."
(HR. Al Bukhari)
Adapun upaya yang dilakukan daulah Islam untuk mencapai tujuan pendidikan di antaranya:
Pertama, membentuk kepribadian Islam atau syahksiyah islamiyah bagi peserta didik.
Kedua, membekali peserta didik dengan ilmu-ilmu keislaman atau tsaqofah Islamiyah.
Ketiga, membekali peserta didik dengan ilmu-ilmu yang diperlukan dalam kehidupan seperti sains dan teknologi.
Jadi fungsi strategis pendidikan tak hanya mentransfer berbagai pengetahuan seperti sains dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Lebih dari itu, pendidikan adalah instrumen pembentuk peradaban dan pandangan hidup suatu bangsa atau umat.
Tanggung jawab negara dalam masalah pendidikan paling tidak meliputi tiga perkara:
Pertama, menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang layak dan cukup baik jumlah maupun jenisnya. Semua fasilitas tersebut harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan bisa didapatkan seluruh rakyat secara gratis.
Kedua, negara wajib menyediakan tenaga pengajar yang mumpuni. Negara akan memastikan kemampuan dan kecakapan guru dalam mengajar di antaranya melalui program pembekalan secara berkala untuk memberikan pengayaan terkait materi ajar dan metodologi pengajaran.
Ketiga, menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam. Seluruh materi dan metode pengajaran disusun agar tidak menyimpang dari landasan tersebut.
Melalui peran dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh keluarga, masyarakat dan negara, maka tak heran jika sistem Islam selalu berhasil mewujudkan generasi berkepribadian Islam yang berakhlak mulia. Hanya saja, semua itu tidak akan terealisir kecuali melalui penerapan Islam kafah di bawah institusi Daulah Khilafah Islamiyah. []
Oleh: Nabila Zidane
(Forum Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)
0 Komentar