Kisah Rasulullah ï·º Bagian 93
Semangat Quraisy
Semangat membalas dendam menyala berkobar-kobar di hati setiap tentara Quraisy. Apalagi, mereka ingin memamerkan kemampuan tempur di hadapan bunga-bunga Quraisy yang kini terus menyanyi mengorbankan semangat. Genderang bertalu-talu dan wewangian nan semerbak merebak. Belum pernah sebelumnya orang-orang Quraisy berangkat perang dengan tekad sekuat ini.
Di depan, Abu Sufyan memegang komando. Dua pasukan berkuda kavaleri yang dipimpin Khalid bin Walid dan Iqlima Bin Abu Jahal mengawali Sisi kiri dan kanan.
Di dusun Abwa, beberapa prajurit Quraisy hampir saja membongkar kuburan Aminah, ibunda Rasulullah ï·º. Untung para Pembesar Quraisy segera datang dan melarang.
"Nanti mereka juga akan membongkar makam-makam kita," cegah pembesar itu.
Pasukan tersebut terus bergerak semakin dekat ke Madinah, mereka sudah siap beraksi bagai angin puyuh yang akan menerjang. Angin puyuh yang diliputi nyala api kemarahan dan angan-angan kemenangan yang memabukkan.
Mereka mendekati Madinah dari dataran tinggi. Di tempat itu, gunung Uhud yang kasar menggunduk bagai makhluk besar yang siap menerkam.
Kaum muslimin di Madinah pasti akan sangat terkejut, jika mereka tidak mengetahui meningkatnya pasukan yang jumlahnya tiga kali lebih banyak daripada pasukan yang pernah mereka taklukan di Badar.
Apakah kaum muslimin mengetahui gerakan ini? Jika mereka mengetahui, strategi apa yang akan dilakukan Rasulullah ï·º ? Akankah beliau memimpin kaum muslim bergerak menyongsong musuh atau bertahan di Madinah?
Kaum Muslimin Bermusyawarah
Paman Rasulullah ï·º , Abbas bin Abdul Muthalib ikut dalam pasukan Quraisy itu. Ia memang masih mencintai agama nenek moyangnya, tapi hatinya sudah semakin kagum kepada keponakannya itu. Abbas ingat ketika ia diperlakukan dengan baik sebagai tawanan pada Perang Badar.
Karena itulah sebelum pasukan Quraisy berangkat, diam-diam Abbas mengirimkan surat kepada seorang Bani Ghifar untuk disampaikan kepada Rasulullah ï·º. Surat ini berisi berita pemberangkatan pasukan Quraisy.
Seorang utusan Abbas memberitakan keberangkatan Quraisy kepada Rasulullah ï·º.
Rasulullah ï·º segera mengajak para sahabat bermusyawarah.
Kita akan pergi ke luar kota atau menyongsong di dalam kota. Abdullah bin Ubay mengatakan ingin bertahan di dalam kota.
Musyawarah membuat semua orang jadi mengetahui sepenuhnya bahaya dan kesulitan yang mereka hadapi. Hal itu akan membuat anggota pasukan saling mempercayai. Setiap orang akan menganggap dirinya benar-benar bagian dari pasukan, sehingga mampu berjuang saling bahu-membahu.
Keberanian Para Pemuda
Para sesepuh Anshor angkat bicara,
"Ya Rasulullah, tetaplah tinggal di Madinah. Jangan pergi menghadapi musuh karena itu berarti musuh sudah menang. Andaikata musuh yang datang menyerbu, kita pasti yang menang. Biarkan saja mereka di sana mengepung kita. Jika mereka memaksakan diri bertahan, berarti mereka justru berada dalam keadaan merugikan diri sendiri."
Sebetulnya, Rasulullah ï·º ingin agar kaum Muslimin menyepakati usul ini. Para sesepuh Anshor yang telah berjuang mempertahankan kota selama puluhan tahun tentu tahu benar bahwa mereka lebih baik bertahan di dalam kota.
Namun tidak demikian halnya dengan para pemuda Muslim yang semangatnya sedang menyala-nyala. Mereka terpukau atas kemenangan 300 orang sahabat Rasulullah ï·º menghadapi 1000 orang musuh pada Perang Badar.
Sebenarnya, Rasulullah ï·º memang cenderung pada pendapat para sesepuh Anshar itu. Akan tetapi, di balik itu, Rasulullah ï·º juga mengetahui bahwa apabila mereka bertahan di dalam kota, sangat mungkin akan terjadi penghianatan dari kaum munafik atau orang Yahudi.
Tiba-tiba Bilal mengumandangkan adzan.
Rapat perang pun dihentikan dan Rasulullah ï·º memimpin mereka melaksanakan shalat Jum'at. Khutbah Rasulullah ï·º kali itu berisi ajakan agar kaum muslimin menabahkan hati untuk memperoleh kemenangan. Kemudian dimintanya kaum muslimin bersiap menghadapi musuh.
Setelah sholat Jumat, rapat dilanjutkan lagi, Saad bin Khaitsama berkata,
"Semoga Allah memberikan kemenangan atau mati syahid. Dalam perang Badar saya amat mendambakan mati syahid, tapi ternyata meleset. Justru anak saya yang mendapatkannya".
Semalam, saya bermimpi bertemu dengan anak saya dan dia berkata, "Ayah susullah kami dan kita bertemu di dalam surga." Sudah saya dapatkan apa yang dijanjikan Allah kepada saya."
"Ya Rosulullah, sungguh rindu saya akan menemui anak saya di dalam surga. Saya sudah tua, tulang sudah rapuh. Saya ingin bertemu Allah."
Kata-kata itu semakin menguatkan semangat kaum Muslimin untuk menyongsong musuh ke luar kota.
"Saya khawatir kamu akan kalah jika pergi ke luar kota," demikian Sabda Rasulullah ï·º .
Namun suara terbanyak kaum muslimin adalah agar mereka menyongsong musuh. Rasulullah ï·º pun segera mengetahui keputusan mana yang akan diambil.
Setiap pemuda tentulah tidak sama. Pemuda yang berangan-angan memiliki mobil mewah uang yang banyak dan hidup berfoya-foya dengan pemuda yang bertekat buat dan kuat untuk mewujudkan kemenangan serta kemuliaan Islam.
Bersambung...
Disadur dari buku Sejarah Hidup Muhammad, Muhammad Husain Haekal
Ditulis kembali oleh: Yusa Deddy
0 Komentar