Topswara.com -- “Bertakwalah kepada Allah dalam perihal wanita. Karena sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanat Allah dan dihalalkan atas kalian kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Maka hak mereka atas kalian adalah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan cara yang ma’ruf.” ( HR. Muslim).
Rasulullah telah bersabda dalam hadits di atas bahwa menikah dalam Islam bukanlah perkara main-main. Namun beberapa hari ini, banyak komentar menyudutkan pernikahan Islam. Bermula dari promosi sebuah situs wedding organizer. Penggunaan narasi ajakan menikah usia 12-21 tahun dengan menggunakan dalil-dalil dari Islam.
Sontak berita ini viral di media massa. Beberapa netizen mencurigai situs tersebut. Sebab baru aktif kembali sehari sebelumnya yakni tanggal (9/2/2021) setelah lama non aktif dari tahun 2018.
Namun ternyata pihak pemerintah merespons cepat. Pada hari yang sama, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Bintang Darmawati, S.E., M.Si, mengatakan bahwa promosi pernikahan anak yang dilakukan WO Aisha ini melanggar peraturan pemerintah tentang larangan pernikahan anak, yakni Undang-undang Nomor 16 tahun 2019 tentang perkawinan bahwa usia minimal pasangan menikah adalah 19 tahun.
Sedangkan Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo berkomentar pernikahan muda berisiko karena beberapa hal, di antaranya masalah kesehatan anak stunting, kesehatan organ reproduksi, kematian ibu dan janin ketika melahirkan (sindonews.com, 11/2/2021).
Hal ini sejalan dengan yang dilansir (Bisnis.com 29/3/2016), bahwa Pemerintah Indonesia sejak tahun 1972 telah memulai kemitraan di bidang kependudukan global dengan United Nations Population Fund (UNFPA). Kemudian berlanjut tahap demi tahap. Terbaru pada tanggal 21 Januari 2021, RI telah menandatangani Rencana Aksi Program Kerjasama atau Country Programme Action Plan (CPAP) 2021-2025 senilai US$ 27,5 juta (investor.id).
Program tersebut di bawah koordinator pelaksana kementrian BPN atau Bappenas didampingi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasioanal (BKKBN), Kementerian Kesehatan, Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kementerian Dalam Negeri dan Komisaris Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
Sasaran utama program-program yang digulirkan yaitu penurunan angka kematian ibu, penyelenggaraan kesehatan ibu dan keluarga berencana yang terintegrasi, peningkatan potensi anak muda dan kespro remaja, penurunan kekerasan dan praktik berbahaya terhadap perempuan dan anak, serta data kependudukan yang terintegrasi.
Inilah sebab promosi nikah muda langsung mendapat respon pemerintah. Akan tetapi perlakuan berbeda dari pemerintah terhadap promosi kebebasan berperilaku pada anak dan remaja. Padahal perilaku mereka inilah pendorong alasan pencegahan menikah muda.
Sampah Kebebasan
Kondisi anak-anak zaman sekarang cenderung lebih cepat baligh (kematangan biologi), sementara aqilnya ( kematangan psikologis) belum disiapkan. Hal ini tidak bisa lepas dari sistem sekuler yang diterapkan dalam kehidupan kita. Yakni memisahkan agama dari kehidupan. Mulai dari pendidikan yang fokus pada nilai-nilai akademis tanpa dikaitkan dengan amal, serta berpegang erat pada nilai baik buruk yang bersifat materi dan manfaat semata.
Di sisi lain, pergaulan campur baur tanpa batas, aturan bebas berpakaian, didukung media yang mengandung konten pornografi, semua membanjiri keseharian. Jadilah fakta dan informasi yang merangsang munculnya naluri seksual pada anak. Alih-alih memberikan pencegahan, negara dalam sistem sekuler justru melihat semua persoalan ini karena ketidaktahuan mereka tentang seks. Sehingga program seks edukasi digulirkan secara masif di sekolah-sekolah.
Akibatnya gejolak naluri muncul dan membutuhkan pemenuhan. Namun negara menutup pintu pernikahan di bawah usia 19 tahun. Lalu adakah jalan keluar untuk menyalurkan naluri mereka, yang memang sengaja didorong untuk muncul?. Padahal tak ada upaya mendidik anak agar matang psikisnya. Begitu juga belum sempurna memahamkan bagaimana sebuah pernikahan beserta tanggung jawab yang harus dijalani.
Akhirnya lahirlah sampah sekularisme. Kasus-kasus pencabulan, perkosaan, seks bebas, hamil di luar nikah, membunuh bayi atau membuang bayi terus saja terjadi dan semakin hari semakin banyak. Kebuntuan solusi menyebabkan pernikahan muda menjadi pilihan, karena terpaksa.
Akibatnya muncul beragam persoalan lanjutan seperti kekerasan seksual, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, stunting, perceraian dan seterusnya. Lalu apakah pernikahan Islam juga mengalami hal demikian?
Pernikahan dalam Islam
Jika membahas syariat Islam tentang pernikahan, maka mau tidak mau harus membahas juga syariat Islam yang lain. Sebab Islam adalah sebuah sistem kehidupan.
Sejak awal, Islam telah sempurna mengatur tentang interaksi laki-laki dan perempuan. Dari keharusan menundukkan pandangan, tempat aktivitas yang terpisah, pakaian yang menutup aurat, selalu bersama mahrom jika perempuan bepergian dalam batas tertentu dan lain-lain. Sementara sistem informasi dan komunikasi melarang hal-hal yang berbau porno dan yang merusak akhlak masyarakat. Sistem peradilan pun telah siap dengan sejumlah undang-undang pemberian sanksi bagi pelaku zina maupun pelanggaran aturan-aturan di atas.
Bersamaan dengan itu, pendidikan Islam menguatkan akidah dan memahamkan syariat Islam. Pendidikan dalam sistem Islam tidak memisahkan ilmu dengan amal. Pembentukan syakhsiyah Islam, yakni pemahaman dan nafsiyah Islam terus diupayakan seimbang dengan proses menuju kematangan biologis.
Oleh sebab itu, pengetahuan yang berkaitan dengan tanggungjawab seorang hamba yang disyariatkan Allah harus diberikan pada anak-anak menjelang baligh. Memahamkan peran perempuan dan laki-laki dalam kehidupannya. Perempuan akan menjadi seorang ibu dengan kewajiban yang telah Allah Subhanahu wata’ala perintahkan. Begitu juga laki-laki adalah qawwam (pemimpin), menjadi wali bagi keluarganya, bertanggung jawab di dunia dan akhirat.
Sistem ekonomi Islam pun akan mendukung perannya sebagai pemberi nafkah, sehingga ketahanan keluarga akan terjaga.
Seseorang yang memahami hal ini berlandaskan keimanan, akan melaksanakan pernikahan dengan pemahaman dan keikhlasan, bukan terpaksa. Sehingga ketika naluri seksualnya muncul, mereka sudah siap menjadi pribadi-pribadi yang bertanggungjawab. Berapa pun usianya.
Generasi Islam juga akan memahami bahwa pernikahan adalah bagian ajaran Islam. Syariat sangat menganjurkannya. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نَصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي
“Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 625)
Tujuan utamanya adalah untuk merealisasikan keturunan. Untuk melanjutkan generasi umat manusia. Sebab syariat Islam mewajibkan keturunan hanya dari hubungan pernikahan saja.
Anas Ibnu Malik Radhiyallaahu 'anhu berkata, Rasulullah Saw memerintahkan kami berkeluarga dan sangat melarang kami membujang. Beliau bersabda,
كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُ بِالْبَاءَةِ , وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيدًا , وَيَقُولُ : تَزَوَّجُوا اَلْوَدُودَ اَلْوَلُودَ إِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اَلْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ
"Nikahilah perempuan yang subur dan penyayang, sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di hadapan para Nabi pada hari kiamat." (Riwayat Ahmad. Hadis sahih menurut Ibnu Hibban)
Pemahaman tentang kehidupan dalam rumah tangga atau pernikahan dalam sistem Islam bukan hanya diberikan ketika akan menikah. Namun negara akan terus menerus memberikannya, mendukung peran-peran dalam pernikahan.
Dari sini dapat dilihat perbedaan fakta pernikahan muda yang ada dalam sistem sekuler dengan pernikahan dalam Islam.
Tuduhan seolah Islam mewajibkan menikah di usia muda, jelas ada tendensi menyerang Islam. Sebab tidak ada satu pun nash yang menetapkannya, baik sebagai syarat maupun rukun nikah.
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya).
Dalam hadits ini disampaikan jika mampu menikah, artinya tidak ada paksaan usia berapa.
Bukan Akar Persoalan
Ada beberapa persoalan yang dijadikan alasan pihak yang menolak pernikahan muda, yaitu:
pertama, anak usia di bawah 19 tahun belum sempurna kematangan organ reproduksinya. Baligh dalam fikih Islam adalah batasan seseorang mulai dibebani kewajiban hukum syar’i (taklif) atau mukalifan syar’an, termasuk menikah.
Seorang yang telah baligh tidak lagi dikatakan anak-anak, tetapi secara biologis dia sudah dewasa. Tanda-tandanya adalah perempuan sudah menstruasi dan laki-laki sudah mimpi basah, maka telah sempurna organ reproduksinya.
Allah Swt berfirman,
وَإِذَا بَلَغَ الْأَطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
"Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS An Nuur: 59)
Kedua, rawan terjadi kematian ibu dan janin jika menikah muda. Persoalan ini terkait erat pemahaman melahirkan dan sistem layanan kesehatan yang tidak memadai. Salah satunya biaya persalinan yang tidak terjangkau. Perberlakuan sistem ekonomi kapitalis yang berasas keuntungan materi semata meniscayakan hal tersebut.
Ketiga, kematangan anak (aqil) tidak seimbang dengan kematangan biologis. Inilah potret buruk produk Pendidikan sistem sekuler dan sudah seharusnya ditinggalkan.
Khatimah
Kasus promosi nikah muda ini, seharusnya membuka mata umat Islam bahwa ketika pernikahan disyariatkan dalam Islam , sesungguhnya banyak sekali kemaslahatan yang ada di sana. Sebaliknya sekularisme menghalanginya dengan berbagai dalih, yang justru muncul akibat rusaknya tatanan masyarakat sistem sekuler kapitalis itu sendiri.
Benarlah firman Allah,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS. Al-Maidah: 3) []
Oleh: Sitha Soehaimi
0 Komentar