Topswara.com -- Hampir satu tahun sudah Covid-19 menyebar di Indonesia. Meski demikian, grafik tidak menunjukkan melandai, melainkan semakin melonjak tinggi. Adanya hal tersebut tentu memberikan dampak bagi banyak sektor, termasuk sektor pendidikan. Sudah sekitar 10 bulan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) pun berlangsung, dari yang semula offline menjadi online.
PJJ ini tentu memberikan tantangan bagi siswa, guru, orangtua, bahkan negara. Hal tersebut dikarenakan proses belajar mengajar yang tidak maksimal ketika daring. Keterbatasan pendapatan yang tidak memungkinkan membeli kuota internet, handphone, minimnya penjelasan guru menjadi tantangan yang harus dihadapi. Untuk merespons masalah ini, maka Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan kurikulum darurat sebagai solusinya.
Kurikulum darurat ini merupakan kurikulum yang telah disiapkan sejak tahun 2020 lalu. Kurikulum ini sifatnya sementara dan berlaku pada masa pandemi Covid-19. Lebih menekankan pada pengembangan karakter, akhlak mulia, ubudiyah dan kemandirian siswa. Pemenuhan aspek kompetensi, baik dasar maupun inti, tetap mendapat perhatian dalam skala tertentu. (Republika.co.id, 07/02/2021)
Kurikulum Darurat Gagal Mengatasi Learning Loss
Respon yang diberikan Kemenag dalam menghadapi pandemi Covid-19 tentu sudah seharusnya dilakukan. Hal tersebut tentu saja karena tantangan yang dihadapi peserta didik dan guru menjadi berbeda di pembelajaran daring ini. Namun sayangnya, penerapan kurikulum darurat tersebut terbukti tidak efektif memandu tercapainya pendidikan di masa darurat. Akibatnya peserta didik terancam learning loss atau berkurangnya pengetahuan dan keterampilan secara akademis bagi siswa.
Masalah-masalah pembelajaran selama pandemi semakin berat. Minimnya interaksi dengan guru, teman dan lingkungan luar, ditambah tekanan akibat sulitnya transformasi pelajaran menyebabkan stres pada anak didik meningkat. selama pandemi, terdapat kasus kekerasan yang tidak terdeteksi. Hal tersebut dikarenakan sekularisme masih menjadi pijakan dalam melahirkan kurikulum.
Sekularisme yang memisahkan antara agama dan kehidupan menjadikan kurikulum agama sekadar menekankan aspek peningkatan ubudiyah dan kurikulum kemendikbud menekankan pada penyiapan manusia kapitalistik. Yaitu materi menjadi tujuan dalam mencapai kebahagiaan hidupnya.
Kurikulum Islam sebagai Solusi
Pendidikan dalam pandangan Islam merupakan upaya sadar dan terstruktur secara sistematis untuk menyukseskan misi penciptaan manusia sebagai abdullah dan khalifah Allah di muka bumi. Sistem pendidikan Islam, menjadikan akidah Islam sebagai dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar. Sementara itu, orientasi output dari pendidikan tercermin dari keseimbangan pada ketiga unsurnya, yaitu pembentukan kepribadian Islam, penguasaan tsaqofah Islam dan ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keahlian).
Pembentukan syakhsiyah Islamiyah (kepribadian Islam) harus dilakukan pada semua jenjang pendidikan yang ada sesuai dengan porsinya. Syakhsiyah Islamiyah meliputi pola pikir dan pola sikap yang islami. Pengajaran ini dimaksudkan untuk memelihara serta meningkatkan keimanan. Yakni, anak didik berhasil melaksanakan seluruh kewajiban dan mampu menghindari tidakana kemaksiatan kepada Allah Swt.
Tsaqofah Islam adalah ilmu-ilmu yang dikembangkan berdasarkan akidah Islam, sekaligus menjadi sumber peradaban Islam. Tsaqofah Islam juga diberikan di semua jenjang pendidikan yang ada sesuai porsinya masing-masing. Adapun ilmu kehidupan (iptek dan keahlian) berbasis kurikulum nasional. Ilmu yang diberikan banyak bersifat terapan, guna mempersiapkan anak didik untuk mandiri.
Pengajaran tsaqofah Islam dan iptek semuanya diarahkan untuk membentuk kepribadian Islam siswa. Dengan ini, maka kurikulum pendidikan bisa diterapkan secara fleksibel, baik dalam kondisi normal maupun disaat terjadi wabah seperti sekarang ini. Tak hanya itu, segala fasilitas dan biaya pun dipenuhi oleh negara secara gratis.
Hal ini tentu sudah terbukti saat masa kejayaan Islam mampu mencetak generasi terbaik yang temuan sera karyanya masih kita gunakan hingga saat ini. Ibnu Sina, seorang ahli kedokteran meninggalkan karya sekitar 267 buku. Imam Al-Ghazali menghasilkan lebih dari 100 judul buku dari berbagai disiplin ilmu.
Membangun model pendidikan sebagaimana yang dikehendaki Islam saat ini tentu menghadapi banyak kendala. Kendala utamanya adalah, belum ditegakkannya syariat Islam secara menyeluruh dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sehingga untuk dapat menerapkannya butuh wadah yang mendukung pula, yaitu pemerintahan Islam yang menerapkan Islam secara menyeluruh. []
Oleh : Dwi Suryati Ningsih, S.H. (Pendidik)
0 Komentar