Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kriminalisasi Dinar Dirham: Menjamurnya Fobia Islam


Topswara.com -- Maraknya fobia Islam di negeri ini sudah menjamur terutama dalam jajaran penguasa. Takut kebangkitan Islam hadir di tengah umat. Membuat penguasa melakukan segala cara agar tak ada celah untuk Islam hadir sebagai solusi kafah atas permasalahan masyarakat saat ini. Ketakutan tersebut memunculkan banyak sikap yang bisa dibilang konyol jika diteliti lebih dalam. 

Selain kekonyolan itu, masyarakat tak jarang bertanya-tanya tentang sikap penguasa, karena selalu mengurusi masalah umat Islam. Sedangkan permasalahan terbesar negeri ini, penguasa justru tak serius menanggapi. Masalah besar bencana alam dan korupsi pun tidak serius dalam menanganinya.

Kekonyolan penguasa terlihat jelas pada penangkapan Zaim Saidi, pendiri Pasar Muamalah yang menggunakan dinar dirham sebagai alat barter pada pasar tersebut. Dilansir dari Okenews.com (03/02/2021), Bareskrim Polri menangkap pendiri Pasar Muamalah Depok, Jawa Barat. Dalam kasus Pasar Muamalah ini, Zaim Saidi berperan sebagai inisiator dan penyedia lapak. Pasar Muamalah adalah tempat yang mengelola di mana transaksi di dalamnya menggunakan alat tukar atau barter dinar dan dirham.
 
Tak tanggung-tanggung. Mabes Polri menetapkan dua pasal sekaligus bagi Zaid Saidi. Pasal tersebut adalah Pasal 9 UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang berbunyi “Barang siapa membuat benda semacam mata uang atau uang kertas dengan maksud untuk menjalankannya atau menyuruh menjalankannya sebagai alat pembayaran yang sah, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 15 tahun”.

Sedangkan pasal kedua yang menjerat Zaim Saidi adalah Pasal 33 UU No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang berbunyi 
Pertama, Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam; (a) Setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; (b) Penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; (c) Transaksi keuangan lainnya; sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00. 

Kedua, Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan atau untuk transaksi lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipidana dengan kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200.000.000".  

Terkait masalah ini, K.H. Anwar Abbas menjelaskan bahwa transaksi di Pasar Muamalah mirip dengan transaksi-transaksi di Indonesia (seperti halnya voucher dalam permainan, penggunaan koin dalam arena game, dan lain sebagainya). Tapi, Polri menganggap transaksi tersebut adalah suatu hal yang membahayakan karen transaksi menggunakan dinar dirham. Padahal, dalam uang dinar dirham yang digunakan Pasar Muamalah, sudah tertera  dikeluarkan oleh PT Antam. 

Jika ingin melakukan penangkapan, mungkin PT Antam seharusnya ditangkap terlebih dahulu karena sudah mengeluarkan uang dinar dirham di Indonesia. Benarkah kriminalisasi ini karena adanya uang dinar dirham yang digunakan sebagai transaksi? Atau memang ada unsur politik di dalamnya?

Merajalelanya Fobia Islam di Negeri Ini
 
Penerapan syariat terlebih secara keseluruhan, sangat ditakutkan oleh beberapa golongan. Penerapan syariat secara keseluruhan (kafah) akan menggoyahkan keberadaan orang-orang sekuler dalam tatanan pemerintahan atau penguasa. Aktivitas-aktivitas yang berbau Islam sangat ditentang di negeri ini, beralasan bukan bagian dari NKRI dan tatanan negara ini, tidak termaktub dalam UUD 1945 atau Pancasila sudah membuktikan bahwa Indonesia dijalankan dengan sistem sekuler. 

Penangkapan Zaim Saidi tentu ada muatan politik di dalamnya. Kriminalisasi dinar dirham menunjukkan bahwa ada eksistensi yang harus dipertahankan oleh penguasa dan tidak ingin digantikan dengan sistem manapun termasuk Islam. UUD, Pancasila, NKRI selalu menjadi tameng bagi setiap penguasa untuk melancarkan tujuan demi kepentingan pribadinya. 

Ketakutan terhadap Islam atau fobia Islam sudah lama menyerang pada diri kaum muslim. Banyak dari kaum muslim tidak paham mengenai syariat agama sendiri. Bahkan kebanyakan hanya menganggap Islam sebagai agama spiritual tanpa ada peraturan hidup di dalamnya. 

Sekularisme yang bersarang di pikiran kaum muslim semakin dikuatkan dengan adanya aturan-aturan yang diterapkan yang sangat jauh dari pengertian Islam. Lebih buruknya, kaum muslim menganggap hal itu adalah suatu perubahan baru atau modernisasi dalam hal beragama. Karena agama harus disesuaikan dengan zaman, bukan zaman yang harus mengikuti aturan agama. 

Dinar dan Dirham Berbeda dengan Uang Kertas

Penggunaan dinar dirham sebenarnya tidak merugikan sedikit pun bagi pemerintah. Seharusnya, penguasa menggunakan dinar dirham sebagai salah satu alat pembayaran. Karena memang diketahui bahwa emas dan perak adalah salah satu pembayaran yang stabil dan hal ini sudah dibuktikan pada pemerintahan Rasulullah saw. 

Uang kertas yang digunakan oleh pemerintah tidak memiliki nilai intrinsik. Karena uang yang digunakan saat ini termasuk uang kertas flat money. Pemerintah tidak bisa menjamin bahwa uang kertas saat ini tetap memiliki nilai yang sama jika digunakan 10 tahun yang akan datang. Penggunaan uang kertas bukan hanya terjadi di Indonesianya,, hampir seluruh negara menggunakan uang kertas sebagai alat pembayaran dalam transaksi. 

Negara Zimbabwe telah membuktikan bahwa penggunaan uang kertas sama sekali tidak berguna ketika kondisi ekonomi negara mengalami inflasi. Tentunya dinar dirham memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan uang kertas. 

Pertama, dinar dirham memenuhi unsur keadilan dibandingkan flat money. Dinar dirham  memiliki basis rill berupa emas dan perak. 
Kedua, dinar dirham lebih stabil dan tahan terhadap inflasi. 
Ketiga, dinar dirham memiliki aspek penerimaan yang tinggi termasuk dalam pertukaran antarmata uang atau dalam perdagangan internasional. 

Dinar dan Dirham adalah Mata Uang sesuai Syariat Islam

Sejak Rasulullah saw berhasil mendirikan daulah Islam di Madinah, beliau menyetujui penggunaan mata uang dinar dirham sebagai mata uang resmi negara. Rasulullah saw juga menyetujui timbangan kaum Quraisy sebagai standar timbangan dinar dirham.

Sabda beliau, “Timbangan yang berlaku adalah timbangan penduduk Makkah dan takaran yang berlaku adalah takaran penduduk Madinah.” (HR. Abu Dawud)

Jika dibandingkan dengan timbangan sekarang, satu dinar setara dengan 4,25 gram emas dan satu dirham setara dengan 2,975 gram perak. Berdasarkan hal ini, Islam jelas menghubungkan mata uangnya yaitu dinar dan dirham dengan emas dan perak. 

Dalam Islam, emas dan perak adalah standar baku dalam bertransaksi. Artinya emas dan perak adalah sistem mata uang yang digunakan sebagai alat tukar. Alasannya:

Pertama, ketika Islam melarang penimbunan harta (kanz al mal), Islam hanya mengkhususkan larangan penimbunan untuk emas dan perak. Adapun mengumpulkan harta selain emas dan perak tidak disebut kanz al mal, melainkan ihtikar. Jadi jelas larangan ini ditujukan pada alat tukar (medium of exchange). 

Kedua, Islam telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum-hukum yang baku. Ketika Islam menetapkan diyat (denda atau tebusan), Islam telah menentukan diyat tersebut dengan ukuran tertentu yaitu dalam bentuk emas. 

Ketiga, Rasulullah Saw telah menetapkan dinar (emas) dan dirham (perak) sebagai mata uang. Beliau telah membuat standar uang ini dalam bentuk ‘uqayah, dirham, daniq, qirath, mitsqal, dan dinar. Semua ini sudah masyhur digunakan oleh masyarakat dalam bertransaksi. 

Keempat, ketika Allah Swt mewajibkan zakat uang, Allah telah mewajibkan zakat tersebut atas emas dan perak. Allah Swt menentukan nishab zakatnya dengan nishab emas dan perak. Kelima, hukum-hukum tentang transaksi pertukaran mata uang (money charger) hanya dalam bentuk emas dan perak. Semua transaksi dalam bentuk finansial yang dinyatakan dalam Islam hanya dinyatakan dalam emas dan perak.

Transaksi yang terjadi di Pasar Muamalah sebenarnya tidak merusak keberadaan Rupiah sebagai alat pembayaran sah. Hanya karena dinar dirham menjadi mata uang negara lain bukan berarti bisa menghalalkan penangkapan Zaim Saidi. Karena penggunaan mata uang pun harus mendapat legalitas negara baru bisa dikatakan sebagai alat pembayaran yang sah.

Ketakutan terhadap Islam atau fobia Islam yang menjadi alasan terkuat adanya kriminalisasi dinar dirham. Penguasa tidak ingin masyarakat mengenal lebih dalam tentang Islam terlebih  syariat Islam kafah. Karena negara ini dijalankan bukan atas dasar Islam melainkan sekularisme. []
 

Sumber:
Buletin Kaffah Edisi 180, Dinar-Dirham: Mata Uang dengan Ragam Keunggulan

Oleh: Sonia Padilah Riski, S.P. 
(Aktivis Dakwah Muslimah Semarang, Pegiat Komunitas Alfath Line) 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar