Kisah Rsulullah ï·º Bagian 48
اَللَّÙ‡ُÙ…َّ صَÙ„ِّ عَÙ„َÙ‰ Ù…ُØَÙ…َّدٍ Ùˆَ عَÙ„َÙ‰ آلِ Ù…ُØَمد
Ketegaran Tiada Banding
Suatu ketika, di tengah jalan, Rasulullah berpapasan dengan Umayyah bin Khalaf. Umayyah bin Khalaf adalah seorang pemuda berperangai buruk. Ia suka bermusuhan dan tidak punya rasa takut kepada siapa pun. Sekali pun Umar bin Khatthab dan Hamzah bin Abdul Muthalib telah bergabung dengan pasukan kaum Muslimin. Umayyah menganggap enteng-enteng saja. Dia bahkan telah sesumbar akan membunuh Rasulullah dengan tangannya sendiri.
Oleh karena itu, ketika berpapasan dengan Rasulullah, Umayyah langsung menggertak sambil menunjuk kuda yang dituntunnya, "Aku beri makan kuda ini, tidak lain adalah untuk membunuhmu!"
Rasulullah menatap Umayyah dengan tajam sambil membalas cepat, "Tidak, justru akulah yang akan membunuhmu dengan izin Allah."
Kini Rasulullah tidak segan lagi menjawab setiap ejekan dan ancaman orang-orang Quraisy. Beliau semakin gencar dan tekun berdakwah tanpa memperdulikan resikonya lagi. Keberanian Rasulullah ini meruntuhkan wibawa musuh-musuh beliau yang selama ini selalu membangga-banggakan diri.
Masyarakat kecil perlahan mulai terpengaruh dengan keberanian Rasulullah ini. Mereka merasa, jika bergabung dengan kaum Muslimin, mereka tidak akan diejek dan disakiti semena-mena lagi. Kekukuhan hati Rasulullah dalam menghadapi bahaya merambah ke hati orang-orang yang tertindas.
Suatu hari, seorang pria asing menjerit, "Wahai orang-orang Quraisy! Adakah orang yang bersedia menolong diriku? Hakku dirampas oleh Amr bin Hisyam (Abu Jahal)! Aku adalah pendatang dan telah dilakukan sewenang-wenang!"
Siapa orang Quraisy yang berani menantang keganasan Abu Jahal untuk menolong laki-laki malang ini?
Keberanian Rasulullah
Memang tidak ada yang berani! Tidak seorang pun! Namun, mereka menyarankan kepada laki-laki asing itu,
"Carilah Muhammad dan minta tolong kepadanya."
Walau menyarankan begitu, hampir semua orang yakin, Rasulullah akan mampu melakukannya. Semua tahu bahwa Abu Jahal adalah musuh Rasulullah yang paling jahat dan beringas.
"Ada apa, Saudara? Apa yang bisa kubantu?" Demikian sapa Rasulullah ketika orang asing itu datang.
"Tuan, aku adalah orang asing di sini. Amr bin Hisyam tidak mau membayar unta yang dibeli dariku!"
Rasulullah mengajak lelaki itu ke rumah Abu Jahal. Melihat mereka, orang-orang tertawa gaduh. Mereka yakin Muhammad tidak akan punya cukup keberanian untuk menghadapi Abu Jahal. Muhammad pasti akan mengecewakan laki-laki asing itu. Mereka bersiap-siap melontarkan ejekan paling menyakitkan untuk meruntuhkan wibawa Rasulullah di hadapan para pengikutnya.
Ketika Rasulullah dan orang asing itu tiba di rumah Abu Jahal, ia sedang berada ditengah-tengah budak dan para penunggang kudanya. Tiba-tiba pintu diketuk dengan keras. Wajah Abu Jahal memerah menahan marah,
"Siapa yang berani mengetuk pintuku sekeras itu? Tidak tahu dia kalau aku sedang bersama bawahanku! Dengan mudah, mereka bisa kusuruh melumatkan orang itu!"
Abu Jahal membuka pintu dan terkejut melihat Rasulullah di depannya. Saat itu wajah Rasulullah tampak sangat penuh percaya diri. Hati beliau sudah bulat untuk membela orang yang teraniaya ini.
Abu Jahal tidak berkata sepatah kata pun. Ia masuk ke rumah dan keluar lagi untuk membayar pembelian unta laki-laki asing itu.
Orang asing itu sangat berterimakasih kepada Rasulullah. Ia segera pergi dan bercerita kepada orang-orang di sekitar Ka'bah. Mau tidak mau, keberanian Rasulullah ini menimbulkan rasa kagum di hati mereka. Mereka yang tadi sudah siap mengejek pun membubarkan diri dengan perasaan bercampur aduk, kesal, geram, tetapi sekaligus hormat dan kagum.
Laki-laki dari Suku Ghifar
Kabar tentang ajaran Islam sudah mulai menyebar ke seluruh pelosok Jazirah Arabia. Suatu hari, datanglah seorang laki-laki berwajah ramah dan bijaksana. Abu Thalib melihatnya, lalu menegur, "Sepertinya Anda laki-laki asing?"
"Betul, namaku Abu Dzar dari suku Ghifar."
Sebelum datang sendiri, Abu Dzar mengutus seorang saudaranya untuk mencari tahu tentang Rasulullah. Sesudah melihat apa yang dilakukan Rasulullah, saudara Abu Dzar melaporkan,
"Demi Allah, aku telah melihat orang menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan."
Karena belum puas dengan berita itu, Abu Dzar pun datang ke Mekah. Ali bin Abu Thalib mengajak Abu Dzar bermalam di rumahnya. Esok harinya, Ali bertanya kepada Abu Dzar,
"Jika Anda tidak berkeberatan bercerita, apa yang mendorong Anda datang ke negeri ini?"
"Kalau Anda berjanji untuk merahasiakannya, aku akan menceritakannya."
Ali mengangguk.
Kemudian, Abu Dzar berkata,
"Di kampungku, kami mendengar tentang seseorang yang bernama Muhammad. Orang mengatakan bahwa ia membawa ajaran baru. Aku ingin menemuinya. Namun, aku tahu pemerintah Quraisy akan menindak setiap orang asing yang sengaja menemuinya."
"Ikuti saya," bisik Ali bin Abu Thalib, masuklah ke tempat saya masuk. Jika saya melihat orang yang saya khawatirkan akan mengganggu keselamatan Tuan, saya akan merapat ke tembok dan Tuan silahkan berjalan terus."
Malam itu juga, Abu Dzar bertemu Rasulullah.
"Hatiku sangat pedih melihat orang-orang kaya yang congkak, budak-budak yang sengsara, kaum perempuan yang tertindas, kaum miskin yang tidak mampu berbuat apa-apa. Apa yang Islam tawarkan untuk mengatasi semua ini?" tanya Abu Dzar.
Rasulullah menjawab semua pertanyaan itu sampai Abu Dzar merasa sangat puas. Saat itu juga, Abu Dzar menyatakan keimanannya dengan semangat menggelora.
Ketika Abu Dzar berpamitan, Rasulullah berpesan.
"Wahai Abu Dzar, kembalilah ke masyarakatmu. Kabarkanlah kepada mereka ajaran Islam, dan rahasiakanlah pertemuan kita ini dari penduduk Mekah karena aku khawatir mereka akan mengganggu keselamatanmu."
Abu Dzar malah pergi ke Ka'bah dan berseru-seru mengajak orang masuk Islam.
Anjuran bersabar kepada Abu Dzar
Suatu hari, Rasulullah bertanya kepada Abu Dzar,
"Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu jika menjumpai para pembesar yang mengambil barang upeti untuk mereka pribadi?"
Jawab Abu Dzar,
"Demi yang telah mengutus Anda dengan kebenaran, akan saya tebas mereka dengan pedang saya!"
Sabda Rasulullah,
Maukah kamu aku beri jalan yang lebih baik dari itu? Yaitu bersabarlah sampai kamu menemuiku.
Bersambung...
Disadur dari buku Sejarah Hidup Muhammad, Muhammad Husain Haekal
Ditulis kembali oleh: Yusa Deddy
0 Komentar