Deden A. Herdiansyah menanggapi, Kerajaan Palembang, Jambi dan Asahan juga termasuk kekuasaan yang memandang Turki Utsmani dengan citra keagungan.
“Kerajaan Jambi secara konkret melakukan upaya untuk menjalin hubungan dengan Turki Utsmani,” tuturnya dalam buku Jejak Kekhalifahan Turki Utsmani Di Nusantara tahun 2017.
Ia menambahkan, sejak tahun 1833 Jambi memang telah mengakui kedaulatan Belanda. Namun, ketika Sultan Jambi yang bernama Taha Saifuddin (1855-1904) naik takhta pada tahun 1855, Sultan Taha tidak menyatakan kesetiaan kepada Belanda. Dua tahun kemudian, bahkan dia menolak ajakan Belanda untuk menyepakati beberapa persetujuan yang lebih mengikat. Sultan Taha dengan tegas menolak perundingan tersebut karena isinya dinilai sangat merugikan pihak Jambi.
“Seiring dengan semakin kuatnya tekanan Belanda, Sultan Taha segera mengambil langkah-langkah taktis dengan mengirimkan surat kepada Sultan Turki Utsmani. Isinya adalah permohonan agar Jambi diakui sebagai wilayah vasal dari Turki Utsmani sehingga Belanda tidak berani campur tangan dalam persoalan internal Jambi,” bebernya.
Ia menjelaskan, Kesultanan Jambi mengirimkan beberapa utusan ke Istanbul berikut rinciannya:
Pertama, dimulai dari keberangkatan pejabat kesultanan yang bernama Pangeran Ratu Marta Ningrat ke Singapura pada Oktober 1857. Selain untuk menjalankan misi perdagangan, keberangkatannya juga bertujuan untuk melaksanakan misi diplomatik
Kedua, mengirimkan utusan dan dana ke Singapura untuk meminta bantuan kepada Turki Utsmani melalui konsulnya di sana. Menanggapi permintaan tersebut, Attaullah Effendi berjanji akan mengirimkan dua kapal perang untuk membantu Sultan Taha pada tahun 1902.
Ketiga, upaya Sultan Taha lainnya dilakukan dengan cara mengirimkan utusan ke Istanbul pada tahun 1903. Sang utusan berhasil mendapatkan dana yang cukup besar untuk kepentingan perjuangan Sultan Taha. Dari Istanbul dia tidak langsung kembali ke Jambi, tetapi singgah sebentar ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
“Semua upaya yang dilakukan Sultan Taha untuk menjalin hubungan dengan Turki Utsmani menunjukkan adanya semangat Pan-Islamisme di kalangan elit Kesultanan Jambi sekaligus menggambarkan situasi psikologis dan ikatan emosional masyarakat Jambi terhadap Turki Utsmani. Meskipun bantuan Turki Utsmani untuk Jambi tidak pernah didapati wujudnya, tetapi jejak-jejak Turki Utsmani di Jambi justru didapati dalam semangat dan perasaan masyarakat Jambi,” pungkasnya [] Alfia Purwanti
0 Komentar