Kasus kekerasan dan pelecehan masih melekat pada perempuan hingga hari ini. Berbagai bentuk kekerasan dari fisik, psikis, seksual, ekonomi menimpa perempuan dengan angka yang tidak sedikit. Komisi Nasional Perempuan memaparkan data kekerasan terhadap perempuan periode tahun 2010 hingga 2019. Data tersebut mengatakan tahun 2010 hingga 2019 kekerasan perempuan meningkat bak anak tangga, bahkan kenaikannya dalam kurun waktu 11 tahun mencapai 400 persen. Tahun 2019 kasus kekerasan yang menimpa perempuan mencapai angka 431.471 (Kompas.com).
Komunitas BMIC (Back to Muslim Identity Community) regional Jember secara khusus membahas hal ini dalam acara Focus Group Discussion dengan judul acara “Dunia Tanpa Kekerasan Perempuan, Antara Cinta dan Realita?”. Dalam rangka mengisi #16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, tepatnya pada tangga 20 Desember 2020.
Kesetaraan gender lantang disuarakan sebagai salah satu tawaran mensolusi kasus kekerasan dan pelecehan perempuan. Hal ini lantaran kasus kekerasan dan pelecehan pada perempuan dianggap bersumber dari ketimpangan keadilan antara laki-laki dan perempuan. Secara umum disebutkan perbedaan keadilan gender ialah dimana laki-laki lebih memiliki kebebasan dibandingkan perempuan, seperti laki-laki bebas bekerja sedangkan perempuan terkungkung pada “macak, manak, masak” atau urusan rumah tangga saja. Laki-laki juga tidak memiliki banyak peraturan dalam agama terlebih dalam urusan pakaian, sedangkan perempuan memiliki banyak aturan berpakaian dalam Islam.
Tentu akan muncul pertanyaan dalam benak kita, benarkah ketimpangan kesetaraan gender menjadi penyebab utama masalah kekerasan dan pelecehan pada perempuan?
Akar Masalah
Kesetaraan gender tentu sudah sejak lama digaungkan, bahkan sudah sejak lama pula sedikit demi sedikit terlaksana. Dimana saat ini perempuan diberi kebebasan bekerja, bebas keluar rumah tanpa terikat aturan apapun. Lantas setelah itu selesaikah masalah kekerasan dan pelecehan pada perempuan? Jawabannya ialah tidak. Sebab semakin hari angka kasus yang menimpa perempuan tetap meningkat, tidak ada kata aman bagi perempuan. Kekerasan dan pelecehan semakin mengintai tajam perempuan di mana pun, di tempat kerja, di kendaraan umum, dan lain-lain.
Maka kesetaraan gender dengan ide liberalisme nya tidak mampu sama sekali mensolusi kasus kekerasan dan pelecehan yang menimpa perempuan. Coba kita telisik kembali berbagai kasus yang terjadi para perempuan, dimana masalah justru terjadi akibat pelaksanaan liberalisasi serta jauhnya pelaksanaan aturan Islam yang memuliakan perempuan. Perempuan saat ini alergi dengan aturan agama atas nama kebebasan atau liberalisme. Mereka menginginkan kebebasan dalam segala hal agar apabila pelecehan atau kekerasan terhadap perempuan terjadi mereka tidak akan disalahkan dan berani mengatakan kebenaran. Contohnya bila terjadi pelecehan, mereka tak ingin disalahkan atas pakaian yang dikenakan, atau dalam rumah tangga perempuan juga ingin bebas bekerja tanpa terikat kewajiban sebagai istri ataupun ibu.
Bagaimana perempuan dapat terlindungi bila liberalisme menjadi budaya di negeri ini, kebebasan berekspresi hingga kebebasan berperilaku, atas nama hak asasi manusia. Maka aturan mana yang dapat mensolusi permasalahan yang timbul dari diterapkannya kebebasan, manusia bebas berbuat semaunya.
Salah besar bila akar masalah disandarkan pada ketimpangan gender, atau solusinya mengambil dari paham liberalisme.
Islam Solusi
Islam satu-satunya yang mampu memuliakan perempuan serta menyelamatkan dari berbagai macam masalah termasuk kekerasan dan pelecehan. Dalam Islam perempuan serta laki-laki memiliki kedudukan yang sama, hanya keimanan yang membedakan antar manusia.
Islam mengatur manusia berdasarkan aturan yang berasal dari Sang Maha Pencipta dan Pengatur, bukan kebebasan sesuai dengan keinginan manusia yang akhirnya menimbulkan permasalahan. Dalam aturan Islam pun telah pemenuhan berbagai kebutuhan manusia akan terjamin, sandang, pangan, papan, pekerjaan, baik laki-laki atau pun perempuan mendapatkan porsi yang sama. Bahkan perempuan dapat bekerja sesuai dengan keinginannya bukan karena himpitan perekonomian seperti yang terjadi di saat ini, perempuan diperdayakan sekaligus dieksploitasi.
Islam juga mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan secara rinci, sehingga perempuan akan terjaga. Tanpa harus mengeksploitasi, pemenuhan kebutuhan perempuan dalam Islam akan terjamin tanpa harus memaksa perempuan menjadi tulang punggu bagi dirinya.
Maka saatnya kita kembalikan segala masalah yang menimpa perempuan pada solusi mendasar, yakni kembali pada Islam sebagai aturan hidup. Wallaahua’lam bi showwab.[]
Oleh: Karina Larasati S.
0 Komentar