Topswara.com-- Menanggapi pembubaran organisasi masyarakat Islam Front Pembela Islam (FPI), Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan, ada pertarungan ideologi di balik penbubaran tersebut. "Persoalan terkait pembubaran FPI merupakan bentuk pertarungan ideologi bagi mereka. Kaum sekuler, radikal, liberal. Maka, pentingnya tumbuhkan kebersamaan di antara umat Islam, meski tidak mudah," ujarnya dalam Fokus: Kontroversi Pembubaran FPI, Ahad (3/1/2021) di kanal Youtube Fokus Khilafah Channel.
Menurutnya, pembubaran FPI bukan persoalan hukum, tetapi persoalan politik. "Persoalan politik adalah dasar ketidaksukaan rezim terhadap FPI. Padahal FPI banyak disukai oleh masyarakat karena banyak membantu di berbagai tempat. Lalu siapa yang tidak suka FPI? Mereka yang terusik kepentingannya, yang terkuak kebohongannya, yang terbongkar makarnya," bebernya.
Menurutnya, pembubaran FPI dan HTI merupakan upaya untuk menghabisi Islam politik yang sering dituding radikal dan hal itu dibagi dua yaitu. Pertama, politik praktis. "Seperti pilkada DKI, kekalahan Ahok menyakitkan bagi mereka yang berharap mewujudkan berbagai rencana, akan tetapi buyar semua," katanya.
Kedua, politik ideologis. "Kaum sekuler, radikal, liberal menilai hal tersebut akan menghambat kepentingan politik ideologi dan kepentingan politik ekonomi," ujarnya.
Menurutnya, RAND (Research ANd Development) corporation dalam dokumen yang kedua Building Moderat Muslim Network menyatakan setelah kemunduran dunia Islam, kebangkitan Islam hanya dianggap sebagai lawan dan ancaman barat. Katanya, ada upaya barat menghadirkan Islam yang ramah untuk kepentingan barat, dengan mengklasifikasikan umat Islam yang dijadikan kawan dan lawan.
Dalam dokumen kedua RAND Corporation Muslim dibagi menjadi empat yaitu, fundamentalis, tradisionalis, modernis dan liberalis. Menurutnya, ketiga (tradisionalis, modernis, dan sekularis) kelompok itu dipersiapkan untuk melawan kelompok fundamentalis yang menginginkan Islam, syariah, apalagi khilafah, dan sekarang sedang dijalankan.
Lanjutnya, sebelumnya barat menggunakan war on terorism, akan tetapi ternyata tidak efektif karena ada komponen umat yang tidak terjaring. Oleh karena itu katanya, barat menggunakan war on radicalism. "Hal itu lah yang saat ini sedang terjadi di berbagai negara. Seperti, Mesir terhadap Ikhwanul Muslimin, Saudi, Sudan, begitu juga di Indonesia. Mereka memerangai yang masuk dalam kategori radikal," pungkasnya.[] Sri Astuti
0 Komentar