Topswara.com-- Menyorot anggapan kesetaraan gender yang diusung kaum feminis sebagai solusi kekerasan perempuan, Miftah Karimah, Koordinator BMIC (Back to Muslim Identity) Jember membantahnya. Menurutnya, liberalisme dan sekularisme akar masalah kekerasan terhadap perempuan.
"Ketika kekerasan terhadap perempuan tetap terjadi berarti kesimpulannya kesetaraan gender itu bukan solusi. Akar masalah yang sesungguhnya adalah adanya kebebasan budaya liberal dan sekuler yang ada hari ini," ujarnya dalam Focus Group Discussion with BMIC Jember: Dunia Tanpa kekerasan Perempuan, antara Cinta atau Realita?, Jumat (18/12/2020) via daring di Zoom Meeting Room.
Menurutnya, dengan adanya budaya liberal dan sekuler yang sangat bebas, masyarakat kemudian melakukan kekerasan seksual, tidak punya batasan untuk menahan emosi. Ia menambahkan, karena budaya bebas dengan mengatas namakan hak asasi manusia (HAM) kemudian mereka melanggar hak orang lain dan itu dilanggengkan oleh sistem kita hari ini.
"Semuanya serba keras, semuanya melakukan kekerasan, perempuan tidak hanya jadi korban tapi juga bisa jadi pelaku. Buktinya, (ada berita) ibu bunuh tiga anaknya, ibu bunuh suami," ungkapnya.
"Ternyata hari ini nggak bisa. Ketimpangan gender yang katanya menyebabkan kekerasan terhadap perempuan karena ketidakadilan, pengekangan. Namun, saat ini kekerasan terhadap perempuan bisa terjadi di mana pun, bahkan di rumah, tempat kerja, di jalanan," jelasnya.
Menurutnya, ketika perempuan harus keluar atas nama kesetaraan gender. Seperti yang ia ketahui, perempuan tetap tidak mendapatkan perlindungan yang artinya sudah setara pun (perempuan keluar rumah bekerja setara dengan lelaki) tetap tidak turun angka kekerasan yang terjadi.
"Ketika kita melihat feminisme lebih jelas itu merupakan alat penjajahan yang menyuarakan kesetaraan gender. Feminisme seringkali di lekatkan dengan hidupnya perempuan. Namun apakah feminisme adalah solusi untuk diperjuangkan?" tandasnya.
Ia menjelaskan, feminisme bukan berasal dari Islam tapi dari Barat (kehidupan Eropa) yang bermula dari kehidupan perempuan saat itu sering ditindas, kemudian kaum perempuan memunculkan gerakan feminis.
"Apa yang terjadi ketika feminis itu disuarakan? Ternyata yang terjadi hari ini perempuan itu bebas, yang menyuarakan tentang feminisme sering kali yang mereka cari, yang mereka inginkan, tidak mau diatur, inginnya agar sama dengan laki-laki," bebernya.
"Namun mereka menerobos banyak hal, ingin diakui tetapi nyatanya pengakuan terhadap mereka mengantarkan mereka kepada hal-hal yang justru menjerumuskan mereka, menjadikan derajat mereka itu turun drastis," jelasnya.
Ia memaparkan, identitas Muslim, namun akibat feminisme rambu-rambu agama dilanggar untuk memenuhi standar cantik, sukses, keren hari ini. Ia mengungkapkan, akibatnya ada dua, pertama, itu melahirkan budaya bebas, kedua, menghancurkan perempuan.
"Percaya tidak percaya, yang hari ini justru diberi stereotip, dituduh sebagai yang melakukan diskriminasi terhadap perempuan adalah syariat Islam yang sesungguhnya melindungi perempuan. Dan itulah solusi sebenarnya yaitu Islam," bebernya.
Menurutnya, keberadaan aturan Islam tentang sistem pergaulan, pertama, menjaga dan menghormati perempuan itu yang pertama. "Kedua, Islam memandang laki-laki dan perempuan itu sama. Jadi kita tidak perlu berjuang equal gender kesetaraan gender," pungkasnya.[] Editor: IM
0 Komentar