Topswara.com -- Keluarga adalah rumah tempat kembali pulang, didalamnya tumbuh cinta tanpa syarat. Namun pertahanan itu sepertinya goyah, kehidupan penuh kebebasan telah memfasilitasi manusia menuhankan hawa nafsunya.
Kejadian yang sempat viral dan tentunya banyak perspektif dari berbagai kalangan masyarakat. Hal ini bermula ada seorang anak melaporkan Ibu kandungnya ke polisi di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. atas dugaan penganiayaan dan KDRT. Pelaku dijerat pasal 44 ayat 1 UU No 23 2004. Tentang penghapusan KDRT pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. (news.detik.com, 9/01/2021)
Peristiwa ini ditengarai seorang anak yang melaporkan Ibu kandungnya berawal setelah keduanya terlibat cek-cok, lantaran pakaian sang anak dibuang oleh Ibunya. Dari situlah keduanya terlibat pertengkaran hebat sehingga berujung pelaporan yang dilakukan anak kepada Ibu kandungnya. Kondisi kedua orangtuanya yang bercerai sejak 7 bulan lalu menambahkan kelam kasus keluarga.(tribunews.com, 11/01/2021)
Walaupun pada akhirnya sang anak merasa gelisah, dan mencabut tuntutannya. Mengapa kondisi miris ini harus hadir ditengah masyarakat mayoritas muslim ?
Kapitalis Mendesain Keluarga dengan Hedonis
Miris, kata yang tepat mewakili betapa banyak kasus Ibu & anak. Perseteruan Ibu dan anak seolah menjadi trend keluarga masa kini. Di dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini, membangun keluarga ideal, yang harmonis, penuh kasih sayang dan menentramkan hati bukan perkara mudah.
Paradigma kapitalisme-sekulerisme yang berorientasi materi, sukses memunculkan beragam krisis multidimensi. Termasuk krisis yang berpengaruh terhadap kualitas kehidupan keluarg, pun tak terkecuali keluarga muslim.
Beragam masalah ini telah berhasil memporak-porandakan relasi di antara anggota keluarga. Terbukti dengan kasus seorang anak yang tega memenjarakan Ibu kandungnya. Bukan hanya dipicu oleh faktor enternal, tetapi juga faktor eksternal. Seperti beban ekonomi semakin berat, stress yang berujung pertengkaran hingga KDRT, krisis moral dan lain sebagainya. Sehingga potensi perpecahan keluarga pun rentan terjadi.
Pasalnya sistem kapitalisme-sekulerisme ini menjamin kebebasan berperilaku (liberal) termasuk relasi antar anggota keluarga. Tampak dari interaksi anggota keluarga yang dibangun atas asas untung-rugi. Kasih-sayang pun mulai terkikis dan habis. Hilang penghormatan anak terhadap Ibu sebab materi. Generasi durhaka seolah menjadi trend yang membuat miris. Keluarga tak lagi menjadi tempat anggotanya untuk kembali.
Islam Rujukan dan Landasan Ketahan Keluarga Harmonis
Kondisi ini jelas tidak dapat dibiarkan berlama-lama. Mengingat keluarga pondasi peradaban Islam yang mulia. Sebab dari keluarga lahirlah Ibu generasi yang mencetak generasi khoiru ummah dan calon pemimpin masa depan. Maka umat butuh perisai yang mampu menjaga dan melindungi keluarga. Termasuk menyelesaikan seluruh problematika yang mengguncang ketahanan keluarga.
Maka umat Islam harus bangkit dari keterpurukan dengan jalan kembali kepada Islam kaffah. Sebagai akidah dan syariah yang syamilan wa kamilan Islam hadir memberikan solusi tuntas selurh permasalahan yang menimpa umat manusia, dengan rinci, tegas, tuntas dan jelas. Termasuk masalah yang menerpa keluarga. Sebab aturan Allah dan Rasul-Nya memuaskan akal dan sesuai dengan fitrah nya manusia. Dalam paradigma Islam, membangun keluarga haruslah dengan pondasi ketaqwaan kepada Allah SWT semata.
Ketaqwaan ini akan membantuk kesadaran setiap anggota keluarga, untuk menjalankan fungsi dan perannya dalam bingkai syara’. Berjalannya fungsi dan peran setiap anggota keluarga sesuai fitrahnya, akan membentuk imun untuk menjaga ketahanan keluarga.
Namun, membentuk ketahanan keluarga dalam lingkup keluarga saja ternyata tidaklah cukup. Butuh peran masyarakat di dalamnya. Masyarakat yang dibangun dengan pondasi taqwa, akan menumbuh suburkan aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar di dalamnya. Aktivitas ini tidak hanya menjadi perisai bagi seluruh anggota masyarakat. Namun, juga mewujudkan sikap kepedulian dan penjagaan di antara anggota masyarakat.
Terakhir, benteng ketahanan keluarga ini akan semakin kokoh dengan adanya peran negara. Kewajiban negara tidak hanya menjamin kebutuhan pokok bagi rakyat. Namun juga menjadi tiang ketahanan keluarga. Negara sadar benar bahwa keluarga menjadi pondasi bagi sebuah peradaban. Dari keluarga, lahir Ibu hebat dan generasi gemilang. Alhasil, sistem pendidikan sebagai aspek vital akan didesain untuk melahirkan calon pemimpin dan juga Ibu generasi.
Negara akan mendesain kurikulum pendidikannya untuk mencetak generasi yang beriman dan bertakwa. Generasi berkepribadian Islam sebagai tolok ukur pola pikir dan pola sikapnya. Generasi beradab dan berakhlaq mulia sesuai yang dicontohkan Nabi SAW. Yang menjadikan ridho Allah SWT, sebagai puncak cita-citanya. Alhasil, penghormatan anak terhadap orang tua, terutama Ibunya pun menjadi prioritas tertinggi.
Sistem pendidikan ini juga dirancang untuk melahirkan generasi yang menjalani kehidupannya sesuai fitrah. Misal, menyiapkan perempuan agar siap menjadi Ibu, pengatur rumah tangga dan pendidik anak-anaknya. Serta menyiapkan laki-laki agar siap menjadi imam, pemimpin keluarga, bertanggung jawab mencari nafkah, hingga memimpin di tengah masyarakat.
Guncangan ekonomi keluarga pun tidak akan terjadi, sebab negara menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok keluarga. Termasuk jaminan dalam aspek keamanan, pendidikan, dan kesehatan. Alhasil, setiap anggota keluarga pun tidak terbebani dengan segunung problematika yang mengoyak kewarasannya.
Jelas, negara memiliki peran besar sebagai soko guru ketahanan keluarga. Karena negara mengambil peran besar dalam mengatur dan menentukan kebijakan. Baik dalam upaya preventif maupun kuratif untuk mengatasi problematika umat. Tak terkecuali problematika yang menggelenggu keluarga. Negara yang kokoh dan mengokohkan bangunan keluarga ini. Tentunya negara yang memiliki ideologi kuat dan berdaulat. Negara sehat sebab tak terinfeksi racun kapitalisme - sekulerisme yang merusak. Negara ini niscaya dapat terwujud jika islam diterapkan secara kaffah dalam isntitusi Khilafah. InsyaAllah
Wallahu’alam bishawab.
Oleh: Ika Widiastuti (Mahasiswa, Pendidik, Aktivis Dakwah)
0 Komentar