Topswara.com-- Menanggapi ditemukannya drone pada Desember 2020 di Pulau Selayar yang diduga sebagai mata-mata, Dosen Online (Dosol) Uniol 4.0 Diponorogo Ervan Liem menilai hal itu bukti lemahnya kedaulatan maritim di Indonesia.
"Hal ini nampak dari beberapa pulau terdepan yang berada di wilayah paling luar negeri ini yang diambil oleh negara lain, kejadian itu sering kali terjadi," ujar Ervan Liem dalam Kulol (Kuliah Online) WhatsApp Group (WAG) Uniol Diponorogo, Kamis (07/01/2021).
Menurutnya, kondisi tersebut jika diamati dalam perkembangan wacana teknologi otonom bawah laut atau Autonomous Underwater Vehicles (AUVs), menjadikan wilayah laut Indonesia menjadi semakin vulnerable bagi operasi teknologi bawah laut.
Ia menambahkan, kerentanan inilah yang sering kali merugikan Indonesia, ditambah lagi kewenangan keamanan laut yang terjadi tumpang tindih hingga membuat negeri maritim ini terlampau sering diacak-acak wilayah kedaulatannya.
Lanjutnya, visi penjajahan jalur maritim inilah yang memperkuat dominasi negara-negara adi daya dalam memperebutkan teritorial Laut China Selatan. "Seperti China dengan visi Belt and Road Initiative(BRI) atau Amerika dengan visi penguasaan dunia dengan hegemoni penjajahan kapitalisnya. Kita bisa melihat bagaimana mereka tidak mengindahkan sama sekali hukum internasional tentang pengaturan batas wilayah maritim yang telah disepakati secara internasional," bebernya.
Menurutnya, hal itu bertentangan dengan keputusan Pengadilan Arbitrase Tetap Internasional (Permanent Court of Arbitration/PCA) yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang telah memutus China melanggar kedaulatan Filipina berdasarkan the United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) atau Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982.
Ia memaparkan, kondisi perairan Indonesia yang luas masih minim strategi pengamanan wilayah. Katanya, seharusnya peristiwa masuknya pesawat nirawak tersebut semakin menantang bagi Indonesia.
"Karena sebagai archipelagic state yang tunduk pada aturan dalam UNCLOS, maka hal itu telah mengizinkan 3 Alur Laut Kepulauan (ALKI) untuk jalur internasional baik kapal perdagangan maupun militer sesuai digariskan oleh UNCLOS”, ungkapnya
Padahal katanya, hal itu mengganggu keamanan dalam negeri. "Semua itu sangat merugikan dan mengganggu keamanan dalam negeri Indonesia dikala negeri ini memang nampak berada dalam kondisi lemah dalam bidang pertahanan," pungkasnya.[] Alfia Purwanti
0 Komentar