Ya, menjamurnya praktik-praktik korupsi bukanlah hal yang langka dalam lingkup rezim pemerintahan sistem kapitalis demokrasi. Sistem sekularisme yang memisahkan antara agama dan kehidupan tidak mampu mendidik para pemegang kekuasaan untuk bekerja dengan kinerja yang ikhlas atas dasar ketakwaan. Acap kali kedudukan/kekuasaan dipergunakan sebagai jalan mendapatkan keuntungan pribadi, baik itu untuk suatu transaksi bisnis, atau untuk mendapatkan fee/komisi dari suatu proyek. Faktualnya sebagaimana yang terjadi dalam praktik korupsi dana bansos di masa pandemi ini.
Semestinya sebagai negara yang berketuhanan dan dengan warga negara mayoritas pemeluk Islam, para pengurus negeri ini wajib mencontohkan hal yang benar kepada rakyatnya. Seharusnya para aparatur negeri ini dapat menghindari praktik-praktik mencari kepemilikan harta dengan cara yang gelap, yakni dengan cara menilap harta atau sesuatu yang bukan haknya, ataupun menekan pihak lain untuk mendapatkan keuntungan di luar gaji/pendapatan mereka yang diberikan oleh negara.
Islam telah sangat tegas menetapkan bahwa korupsi adalah salah satu cara kepemilikan harta yang haram. Korupsi termasuk tindakan kha’in (pengkhianatan) yang dilakukan seseorang atau pejabat negara dengan menyalahgunakan kedudukan atau kekuasaan yang diberikan kepadanya untuk mencari harta dengan cara ghulul, dan sekali lagi itu sangat diharamkan di dalam Islam.
Pada masa sistem pemerintahan Islam, Rasulullah dan para Khalifah telah memberikan contoh hukuman yang berat dan tegas kepada pelaku korupsi, suap, penerima komisi haram dan sejenisnya. Pada masa Rasulullah saw. pelaku yang terbukti melakukan kecurangan seperti korupsi, maka harta curangnya akan disita dan akan diumumkan kepada khalayak atas kejahatan korupsinya.
Demikian juga pada masa Khulafaur Rasyidin ada kebijakan yang dibuat oleh Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. untuk mencatat harta kekayaan para pejabatnya saat sebelum dan setelah menjadi pejabat. Jika Khalifah Umar merasa ragu dengan kelebihan harta pejabatnya, ia akan membagi dua hartanya dan memasukan harta itu ke Baitul Mal.
Adalah bentuk ketegasan Islam dalam memberikan hukuman kepada para pelaku korupsi dengan akan diberi sanksi penjara hingga hukuman mati sesuai keputusan qadhi sebagai ta’zir dalam sistem pidana Islam yang diterapkan. Pemberantasan korupsi dalam Islam akan lebih mudah, simpel dan tegas untuk dilaksanakan oleh negara, karena negara dan masyarakatnya dibangun di atas dasar ketakwaan. Sumber hukumnya yang berasal dari wahyu, bukan dari hawa nafsu manusia sebagaimana terdapat dalam sistem demokrasi yang tengah diterapkan saat ini, yang dalam memberikan hukuman dan pemberantasan para koruptor dengan upaya penindakannya sesuai kepentingan sehingga bisa berubah-ubah.
Sekarang pilihan itu ada di tangan kita, jika memang menginginkan negeri ini dapat segera terbebas oleh berbagai praktik dan kasus korupsi para pejabat yang kerap mengkhianati rakyat, maka sudah saatnya umat untuk kembali pada syariah dan hukum-hukum yang datang dari Allah melalui penerapan sistem Khilafah Islam.
Liza Burhan
Analis Mutiara Umat
0 Komentar