Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Komodo Menangis di Sistem Kapitalis



Komodo, salah satu hewan langka di dunia yang kini keberadaanya terusik oleh kerakusan penguasa. Alih-alih mereka akan membangun pembangunan wisata di Pulau Rinca untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. Adakah urgensi pembangunan wisata di Pulau Rinca? Akankah kebijakan kali ini berpihak pada rakyat?

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memastikan pemerintah akan tetap mempromosikan pariwisata komodo di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Komodo ini satu-satunya di dunia jadi kita harus jual," tegas Luhut dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Percepatan Pengembangan Lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas di Jakarta. Jumat, 27 November 2020. Luhut mengakui pemerintah memang melakukan pembangunan proyek wisata Pulau Komodo dengan alasan komersil. Namun, tidak berarti pemerintah mengabaikan pelestarian binatang langka tersebut. (pikiran-rakyat.com 27/11/2020).

Pajak dan pariwisata merupakan pendapatan negara, oleh karenanya pemerintah sangat gencar untuk melakukan promosi wisata meski pandemi belum usai. Beginilah watak sekuler-kapitalis, apapun akan dilakukan selama menghasilkan cuan. Alih-alih pemerintah fokus mengurus rakyatnya yang sedang terdampak covid-19 seperti PHK besar-besaran, justru mereka gencar untuk menjual destinasi wisata komodo kepada asing dan aseng. 

Sudah sejak lama pariwisata menjadi primadona dalam dunia bisnis. Terlebih, pola hidup masyarakat yang menyukai liburan sehingga menjadikan sektor pariwisata sebagai kesempatan emas meraup untung besar. Sebagaimana yang kita tau,  setiap pemerintah mengelola negara selalu melibatkan pihak asing, maka dalam pengurusan pariwisata mereka menggandeng investor. Sehingga dalam hal ini investorlah yang akan meraup keuntungan.

Pariwisata dan pembangunan infrastruktur adalah salah satu jalan liberalisasi ekonomi kapitalisme. Hewan pun terancam akibat penerapan sistem ini. Hewan juga bisa terusir dari tempat tinggalnya karena nafsu kepentingan manusia. Sistem dzalim ini mengorbankan banyak hal, yaitu alam, manusia, hewan, dan kehidupan.

Eksploitasi tanpa batas ini akan selalu terjadi sebab sistem demokrasi meniscayakan aturan bisa dirubah-rubah sesuai dengan pesanan. Hal ini adalah konsekuensi logis karena rezim yang berkuasa harus melakukan balas budi kepada para kapital yang telah membantunya menduduki kekuasaan. Salah satunya melegalkan sejumlah UU untuk memuluskan bisnis para kapital. Jadi, meskipun kebijakan tersebut jelas-jelas merusak lingkungan (habitat) komodo, mereka tetap akan mengeksploitasinya sesuai pesanan Tuannya.

Indonesia dianugerahkan Allah SWT dengan kekayaan Alam yang melimpah, namun pengelolaannya masih saja diserahkan oleh pihak asing, sehingga terjadi eksploitasi besar-besaran dimana-mana hingga mengganggu komodo yang mana hewan langka harus dilindungi.

Dengan kekayaan alam yang melimpang ini harus dikelola oleh negara secara mandiri, yang mana kekayaan tidak akan berpusat pada segelintir orang. Hasil pengelolaan SDA secara mandiri bisa menjadi sumber pendapatan negara yang jauh lebih besar daripada pengelolaan sektor pariwisata. Sehingga negara tidak perlu mengorbankan area konservasi untuk dikomersilkan. Namun, kondisi tersebut hanya akan terwujud jika urusan umat diatur dengan Islam.

Islam diturunkan bukan hanya sekedar sebagai agama, melainkan sebagai ideologi yang secara praktis diterapkan dalam sebuah negara yaitu Daulah khilafah Islamiyyah. 

Dalam Islam, objek wisata bertujuan sebagai sarana dakwah dan di’ayah (propaganda). Objek wisata bisa berupa keindahan alam dan peninggalan bersejarah. Objek wisata ini bisa dipertahankan sebagai sarana memahamkan Islam kepada wisatawan. Yang mana objek wisata ini digunakan untuk mengukuhkan keimanan dan keyakinan mereka kepada Allah, Islam beserta peradabannya. Objek wisata menjadi sarana propaganda, dengan menelusuri jejak dan peninggalan bersejarah, siapa pun yang melihat akan takjub dan yakin dengan keagungan Islam.

Negara Khilafah tidak akan mengeksploitasi pariwisata untuk kepentingan ekonomi dan bisnis. Sumber tetap perekonomian negara Khilafah terdiri atas empat bidang, yaitu pertanian, perdagangan, industri, dan jasa. Selain itu, negara Khilafah juga memiliki sumber dana lainnya, yaitu harta fai’, kharaj, jizyah, ghanimah, zakat, dan dharibah.

Negara Khilafah sangat memperhatikan lingkungan dan makhluk hidup di dalamnya. Karena Islam melarang segala bentuk jenis kegiatan yang merusak lingkungan, makhluk hidup, dan alam. Perlindungan Islam terhadap hewan ditunjukkan dengan adanya larangan membunuh hewan tanpa tujuan dan alasan yang jelas.

Betapa indahnya tatkala Islam diterapkan dalam aturan kehidupan. Jangankan komodo, semut pun terjaga dalam syariat Islam. Dengan penerapan Islam, harmonisasi alam, makhluk hidup, dan kehidupan di dalamnya akan tercipta. Alam ramah, manusia sejahtera, dan lingkungan terjaga. Insya Allah berkah untuk semua.
Dalam Khilafah, pariwisata bukan sumber devisa utama, sehingga permisif demi menggenjot pemasukan. Negara mengandalkan sumber devisa utama dari pos fai-kharaj, kepemilikan umum dan pos sedekah. 

Masihkah kita mempertahankan sistem yang dzalim baik manusia dan hewan? Sudah saatnya kita kembali ke aturan Allah yang memuliakan makhluknya.[]

Oleh: Alfia Purwanti, S.M.

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar