Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Fenomena Ibu Bunuh Anak, Benarkah Efek Pandemi?




Sudah hampir setahun Covid-19 ada di negeri ini. Namun penanganannya masih lamban. Terbukti, grafik positif Covid-19 semakin melonjak tinggi. Problematika yang ada pun semakin kompleks. Dari kesehatan, ekonomi, pendidikan, sosial, bahkan politik. Potret negeri semakin memilukan sekaligus memprihatinkan. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi adalah pemberitaan orang tua tega membunuh anak kandungnya sendiri.

Di Nias Utara, seorang ibu tega membunuh ketiga anak kandungnya di rumahnya. Setelah membunuh ketiga anaknya, ibu tersebut pun mencoba bunuh diri, namun berhasil digagalkan. Meski demikian, tersangka sempat dirawat beberapa hari dan pada akhirnya meninggal dunia. Setelah diperiksa oleh pihak berwajib, faktor yang melatarbelakangi pembunuhan tersebut adalah faktor ekonomi (Viva.co.id, 13/12/2020).

Pun seorang ibu di Jakarta tega menganiaya anak kandungnya hingga meninggal dunia karena si anak tidak mengerti saat belajar melalui daring. Untuk meninggalkan jejak, ibu tersebut mengajak suaminya mengubur anaknya. Orang tua korban sempat membuat laporan kehilangan anak untuk mengelabuhi polisi. (Kompas TV, 15/9/2020)

Mengapa kasus tragis ini bisa terjadi? 


Pandemi Menyingkap Kegagalan Sistem Kapitalisme

Kasus di atas menunjukkan potret carut-marut keadaan negeri saat ini, terlebih di saat pandemi. Masa pandemi banyak menyingkap kegagalan demi kegagalan pada sistem kapitalisme saat ini. Kebijakan demi kebijakan yang ditetapkan ternyata tak mampu menuntaskan problematika yang dihadapi rakyat. 

Ibu membunuh anak karena kelaparan dan stres dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) adalah bukti adanya korban pemberlakuan sistem yang salah. Bagaimana tidak, kebutuhan paling mendasar saja belum mampu terjamin dengan sistem ini. Selain itu, sistem kehidupan yang didominasi oleh aspek materi menjadikan nilai-nilai ketakwaan dalam keluarga semakin melemah. 

Di sisi lain, pada sektor pendidikan juga menunjukkan kegagalannya. Kasus di atas memperlihatkan bahwa kurikulum yang ada saat ini belum mampu menjawab problem yang dihadapi di masa pandemi ini. Para orang tua pun “kaget” karena belum siap saat harus mendampingi anak-anaknya sekolah karena tidak memiliki kemampuan di bidang tersebut. Padahal mendidik adalah peran sekaligus kewajiban bagi seorang ibu.

Hal itu tentu wajar terjadi di sistem demokrasi yang lebih mementingkan kepentingan para pemilik modal dan hanya mengenyangkan segelintir orang saja. Dalam mengatur kehidupannya pun tidak menggunakan wahyu Allah Swt. 

Maka, kita harus menyadari ada yang salah dengan sistem yang terus memproduksi kesalahan-kesalahan. Demokrasi yang diselenggarakan dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat jauh dari kenyataan yang ada. Malah, lebih pantas diganti dengan demokrasi dari para pemilik modal, oleh para pemilik modal dan untuk para pemilik modal. 


Khilafah Menjamin Terpenuhinya Hajat Hidup

Berbeda dengan sistem Islam, di mana sistem ini berasal dari Sang Pencipta, yaitu Allah SWT. Khalifah sebagai pemimpin bertanggungjawab mengurusi dan melayani rakyat, bukan malah dilayani rakyat. Khilafah akan menjamin memenuhi kebutuhan dasar setiap rakyat dan menjamin pemenuhan kebutuhan pendidikan rakyatnya. Hal tersebut tentu telah terbukti selama lebih dari 1200 tahun lamanya, di masa kejayaan Islam. 

Dalam sektor ekonomi, khalifah sebagai pemimpin akan memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya agar tidak ditemukan kelaparan. Dalam sistem pendidikan, kurikulum dibuat berdasarkan pada akidah Islam. Tujuannya adalah untuk membentuk kepribadian Islam serta membekali dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan. 

Dengan ini, kurikulum pendidikan bisa diterapkan secara fleksibel, baik dalam kondisi normal maupun saat terjadi wabah seperti sekarang ini. Tak hanya itu, segala fasilitas dan biaya pun dipenuhi oleh negara secara gratis. 

Negara mendapatkan sumber pendapatan dengan mengelola sumber daya alam secara optimal, jizyah, kharaj, harta orang murtad, harta yang tidak mempunyai ahli waris dan sebagainya. Kepemilikan dalam Islam pun jelas dan adil. Tiap-tiap benda yang menguasai hajat hidup orang banyak tidak boleh dimiliki oleh individu atau swasta, seperti air, listrik, jalan raya, minyak dan sebagainya.

Semua itu dapat kita terapkan hanya dengan wadah yang bisa mendukung, yaitu sistem Islam. Penerapan sistem Islam tidak hanya membutuhkan pemimpin yang baik, namun juga membutuhkan sistem yang baik pula. Dari sini tentu kita seharusnya menyadari dan meyakini bahwa hanya sistem Islamlah yang bisa memberikan kesejahteraan serta ketentraman bagi masyarakat. 

Hal itu selain sudah terbukti juga tentu membawa kebaikan karena sistem Islam berasal dari yang menciptakan manusia, yaitu Allah Swt. Maka, selayaknya kita sebagai muslim memperjuangkan diterapkannya aturan-sang Ilahi untuk mendapatkan rahmat Allah bagi seluruh alam ini.


Oleh: Dwi Suryati Ningsih, S.H. (Pengajar)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar